Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Gizi Nasional (BGN) akhirnya merespons isu viral terkait surat perjanjian merahasiakan kasus keracunan makan bergizi gratis (MBG).
Contoh kasusnya adalah foto viral berisi surat perjanjian yang bertuliskan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta.
Mereka meminta kesepakatan kepada penerima manfaat untuk merahasiakan kejadian, apabila terjadi keracunan MBG.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala BGN Dadan Hindayana tak membenarkan atau membantah surat tersebut berasal dari pihaknya. Ia hanya menegaskan bahwa Badan Gizi Nasional tidak pernah menutup-nutupi penyelenggaraan program ini.
"Kami sudah sampaikan bahwa untuk sesuatu yang belum terkonfirmasi, maka lebih baik dibicarakan secara internal, tapi kalau sudah terkonfirmasi, BGN tidak pernah menutupi," jawab Dadan dalam Konferensi Pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9).
"Tidak ada bagi kami menutup-nutupi informasi. Kami sedang lakukan agar yang seperti itu (isu surat merahasiakan keracunan MBG) menjadi patokan, sehingga tidak ada kerahasiaan dalam program ini," tambahnya.
Akan tetapi, Dadan sama sekali tidak berani menjawab tegas dari mana asal muasal surat merahasiakan kasus keracunan MBG tersebut. Ia hanya menuturkan sejumlah evaluasi yang dilakukan oleh Badan Gizi Nasional.
Dadan mencontohkan bahwa setiap SPPG mesti punya akun media sosial. Akun tersebut digunakan untuk mengunggah menu MBG, sehingga bisa dipantau oleh ahli gizi dari BGN.
Ia kemudian merespons usul mengubah penyaluran makan bergizi gratis menjadi berbasis uang tunai. Anak buah Presiden Prabowo Subianto itu tak sepakat dengan usul tersebut, meski MBG sudah memakan banyak korban keracunan.
"Program ini (MBG) telah dirancang sejak lama, untuk intervensi pemenuhan gizi. Untuk uang tunai kan sudah ada bantuan langsung tunai (BLT). Jadi, kita tidak ingin melakukan itu," tegasnya.
Berdasarkan data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), ada 5.360 anak keracunan MBG per September 2025. Kasus keracunan itu terjadi usai mengonsumsi makan bergizi gratis.
Alih-alih menyetop sementara program MBG, Badan Gizi Nasional memilih membuat tim investigasi yang akan mulai bekerja minggu ini. Dadan juga menegaskan bahwa hanya sebagian kecil anak yang mengalami trauma imbas kasus keracunan tersebut.
"Bagi anak yang tidak ingin menerima (MBG) untuk sementara waktu, kita harus hormati, tapi banyak kasus kejadian anak-anak itu ingin kembali mengonsumsi makanan-makanan bergizi," bebernya.
"Jadi, hanya sebagian kecil yang mengalami trauma, tapi sebagian besar mereka kembali mengonsumsi makan bergizi. Alhamdulillah sekarang ini sebagian besar anak memang senang dengan program makan bergizi," tandas Dadan.
(skt/sfr)