Jakarta, CNN Indonesia --
Fenomena La Nina ikut memengaruhi cuaca ekstrem di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Sampai kapan fenomena La Nina bertahan di Indonesia?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena La Nina terhadap iklim Indonesia tidak akan berlangsung lama hingga 2026.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
La Nina adalah fenomena alam yang menyebabkan curah hujan di suatu kawasan tumpah secara berlebihan. Berbeda dari El Nino yang ditandai dengan suhu tinggi pada Samudra Pasifik di sekitar ekuator, La Nina ditandai dengan suhu yang rendah.
Berdasarkan hasil pemantauan dinamika laut dan atmosfer global, BMKG menyebut La Nina lemah yang saat ini memengaruhi Indonesia diperkirakan berakhir pada akhir kuartal pertama 2026.
"Baik El Nino maupun La Nina secara klimatologis umumnya selalu berakhir pada akhir kuartal pertama di tahun berjalan. Untuk 2026, kami juga mengekspektasikan kondisi tersebut (La Nina) kembali ke fase netral," ujar Deputi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan dalam paparan Outlook Iklim 2026, melalui daring, Jakarta, Selasa (23/12).
BMKG, dalam Climate Outlook 2026, mengungkap secara spesifik, La Nina lemah masih akan bertahan di Indonesia pada periode Januari-Februari-Maret. Kemudian, mulai Maret-April-Mei, La Nina diprediksi beralih menuju fase netral.
Sementara itu, BMKG menegaskan bahwa El Nino, fenomena iklim kebalikannya La Nina, tidak akan mampir di Indonesia, seperti yang terjadi pada 2023-2024. Dampaknya, suhu udara nasional pada 2026 diperkirakan lebih rendah dibanding 2024 dan berada dalam rentang yang sudah sering terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
"Kami memprediksi suhu rata-rata tahunan Indonesia pada 2026 berada di kisaran 25 hingga 29 derajat Celsius. Secara nasional, tahun 2026 tidak sepanas 2024," jelasnya.
Dari sisi curah hujan, sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi mengalami hujan tahunan 1.500 hingga 4.000 milimeter per tahun, dengan sifat hujan secara umum berada dalam kategori normal jika dibandingkan dengan klimatologi periode 1991-2020.
"Normal bukan berarti tanpa risiko. Pada musim hujan, hujan deras memang normal terjadi. Jika bertemu dengan tingkat kerentanan yang tinggi, potensi banjir dan longsor tetap harus diwaspadai," tegas BMKG.
BMKG mengingatkan bahwa meski pengaruh La Nina melemah, potensi cuaca ekstrem tetap ada, terutama pada periode Januari-Maret 2026 yang bertepatan dengan puncak musim hujan.
Karena itu, BMKG tengah memperkuat sistem peringatan dini berbasis dampak (impact-based forecasting) agar informasi cuaca tidak hanya menyebutkan intensitas hujan, tetapi juga potensi risikonya.
BMKG menegaskan, tantangan terbesar bukan hanya fenomena El Nino atau La Nina, melainkan perubahan iklim jangka panjang yang ditandai tren kenaikan suhu dan kelembapan udara.
"Yang perlu kita antisipasi adalah efek kumulatif kenaikan suhu dan kelembapan dalam jangka panjang, serta dampaknya terhadap kesehatan, ekosistem, dan ketahanan wilayah," tutupnya.
(wpj/dmi)



































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354665/original/013548500_1758261702-IMG-20250919-WA0005.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5326205/original/048148200_1756092105-IMG-20250825-WA0011.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354825/original/018518100_1758265848-pongki_barata_csm_3.jpg)






