Jakarta, CNN Indonesia --
Bupati Situbondo, Jawa Timur, Yusuf Rio Prayogo sepakat dengan wacana agar pemilihan gubernur (Pilgub) dihapuskan dalam sistem pemilihan langsung. Sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, dia sepakat gubernur bisa ditunjuk langsung presiden.
Tak hanya gubernur, Rio juga mendorong agar pemilihan kepala desa dihapuskan. Menurutnya pilkada langsung selama ini banyak menyisakan konflik di tengah masyarakat yang berkepanjangan.
"Kalau saranku, pilkades dan gubernur perlu diatur ulang. Pilkada kabupaten biarkan karena itu otonomi ke daerah, ke situ," kata Rio di podcast What The Fact Politics CNN Indonesia, Selasa (29/7).
Rio yang juga dikenal sebagai konsultan politik itu berpandangan otonomi daerah itu ruhnya berada di kabupaten/kota. Sedangkan, pemerintah provinsi tak lebih dari kepanjangan pemerintah pusat di daerah.
"Sementara untuk provinsi itu boleh ditunjuk oleh presiden, karena perpanjangan tangan," kata dia.
Di sisi lain, Rio menyebut pemerintah provinsi juga tak memiliki masyarakat. Sebab, masyarakat daerah berada di kabupaten/kota. Dia menilai pengaturan ulang sistem pilkada perlu untuk mengurangi kelelahan politik dalam pemilu.
Menurut dia, masyarakat selama ini terlalu lelah mengikuti semua proses pemilihan umum mulai tingkat pusat hingga desa. Bukan hanya masyarakat, Rio menyebut kelelahan juga dirasakan para elite politik dan pemerintah.
"Aku konsultan politik. Aku biasa nangani pilkada, di waktu bersamaan aku running, aku juga nangani beberapa pilkada. Kerasa banget kelelahannya," katanya.
Rio mengaku khawatir jika tak segera diatur ulang, sistem pemilu bukan lagi sebagai media untuk merekrut sistem kepemimpinan, melainkan menjadi alat transaksi.
"Karena ekonomi berjalan kemudian. Masyarakat menjadi semakin transaksional. Dan aktor-aktor politik, terjebak di situ. Makanya perlu sarasehan politik, kesadaran bersama, mana yang perlu diatur ulang," kata Rio.
Bersamaan dengan itu, wacana pilkada lewat DPRD juga disegarkan kembali oleh Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Dia mendorong evaluasi sistem pilkada langsung dalam pidatonya di acara puncak hari ulang tahun (harlah) PKB ke-27, di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7) malam.
Cak Imin mengaku pihaknya menginginkan agar pemilihan kepala daerah bisa ditunjuk pemerintah pusat atau dipilih DPRD. Dia bilang usul itu juga telah ia sampaikan langsung ke Presiden RI Prabowo Subianto.
"Kami juga telah menyampaikan kepada Bapak Presiden langsung, saatnya, pemilihan kepala daerah, dilakukan evaluasi total manfaat dan madorot-nya," kata Cak Imin dalam acara yang juga dihadiri Prabowo itu.
"Kalau tidak ditunjuk pusat, maksimal pilkada dipilih DPRD di seluruh Tanah Air," imbuhnya.
Wacana pemilihan kepala daerah kembali dilakukan di DPRD seperti era Orde Baru (Orba) bukanlah barang baru. Pilkada langsung pertama kali di Indonesia digelar pada 2005 dengan dasar hukum UU 32/2004.
Sepuluh tahun kemudian, DPR menggolkan perubahan undang-undang yang membuat pilkada tak lagi langsung. Namun, aturan itu kemudian dibatalkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Setelahnya, DPR RI pun menyetujui Perppu yang diterbitkan SBY selaku presiden saat itu.
Presiden Prabowo dalam beberapa kesempatan pun sempat mengutarakan ingin mengevaluasi sistem pilkada. Salah satunya disampaikan Prabowo dalam acara HUT ke-60 Golkar di Bogor, Kamis (12/12/2024).
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itu lah yang milih gubernur, yang milih bupati," kata Prabowo yang juga dikenal sebagai Ketua Umum Gerindra tersebut.
Kekinian, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf menilai Pilkada kembali dilakukan tak langsung sulit untuk diwujudkan buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu. Menurut dia, MK lewat perkara nomor 135/2025 telah memerintahkan bahwa pilkada dan DPRD digelar bersamaan dua tahun atau 2,5 tahun setelah pelantikan DPR.
"MK menjelaskan bahwa pilkada dan DPRD itu berlangsung bersama-sama. Sehingga kemungkinan untuk dipilih secara tertutup itu menjadi tidak ada," kata Dede saat dihubungi, Senin (28/7).
Meski begitu, Dede mengatakan Partai Demokrat saat ini masih mengkaji usulan tersebut. Begitu pula dengan fraksi-fraksi lain di DPR. Sebab, di lain sisi, putusan MK juga dinilai telah melangkahi wewenang.
Dia meminta publik menunggu hingga pemerintah maupun DPR menyepakati keputusan bersama. Namun, Dede tak menampik demokrasi pada prinsipnya bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung alias tertutup lewat DPRD.
(thr/kid)