Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah dokter internasional yang masih berada di Gaza, Palestina, membeberkan temuan pola luka tembak di anak-anak yang cukup janggal.
Apabila disebut jadi korban salah tembak, para tenaga medis itu mendapati pola bahwa luka tembak korban anak-anak itu ada di dada dan kepala. Oleh karena itu, mereka mengungkap kekhawatiran bahwa korban anak-anak di Gaza pun menjadi sasaran tembak tentara Israel (IDF) dalam agresi ke wilayah tersebut.
Demikian laporan yang dipublikasi surat kabar Belanda, de Volksrant, pada Sabtu (13/9) lalu--dikutip dari media massa Turki, Anadolu, Minggu (14/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter-dokter dan perawat yang melaporkan dugaan pola luka tembak itu adalah para relawan medis yang berasal dari beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, Kanada, dan Belanda.
Ada 17 dokter dan seorang perawat yang diwawancarai de Volksrant, yang mana mereka bekerja di enam rumah sakit dan empat klinik di Gaza sejak Oktober 2023 silam.
Beberapa di antaranya memiliki pengalaman relawan medis di zona krisis yang cukup banyak seperti di Sudan, Afghanistan, dan Ukraina.
Ada limat belas dokter yang mengaku menangani sedikitnya 114 anak berusia 15 tahun ke bawah dengan luka tembak tunggal di kepala atau dada. Sebagian besar anak meninggal akibat luka tersebut.
Kasus luka tembak seperti itu terdokumentasi antara akhir 2023 hingga pertengahan 2025 di 10 fasilitas medis.
Para dokter menegaskan luka semacam itu kecil kemungkinan akibat kebetulan. Pakar forensik yang dikonsultasikan surat kabar mengatakan pola yang seragam menunjukkan tembakan terarah, kemungkinan oleh penembak jitu atau moda nirawak (drone).
Dalam wawancara dengan surat kabar Belanda itu, Feroze Sidhwa, seorang relawan bedah asal AS, mengatakan pada hari pertamanya di Rumah Sakit Eropa Gaza, Maret 2024, dalam 48 jam dirinya menangani empat bocah di bawah 10 tahun dengan luka tembak serupa di kepala.
"Bagaimana bisa itu terjadi di rumah sakit kecil ini, dalam tempo waktu 48 jam, ada empat anak datang dengan luka tembak di kepala?" katanya kepada surat kabar Belanda itu.
Setelah 13 hari kemudian, Sidhwa mengaku menangani lagi sembilan anak dengan luka serupa. Merasa janggal, Sidhwa lalu bertemu dengan koleganya di rumah sakit lain yang juga mendapati pasien anak dengan luka sama 'hampir setiap hari'.
"Pada momen itu saya memutuskan: Saya harus mencari tahu apa yang terjadi di sini," ujar Sidhwa.
Di sisi lain, Sidhwa dan relawan medis lainnya menggambarkan dilema moral yang mereka hadapi: berbicara bisa membuat mereka dilarang kembali ke Gaza. Namun banyak dokter menegaskan diam bukan lagi pilihan
Menurut PBB, sejak Maret 2025 Israel menolak lebih dari 100 tenaga kesehatan internasional masuk tanpa penjelasan rinci.
"Tak berbicara bukan lagi sebuah opsi," kata salah seorang dokter menjawab wawancara de Volkskrant.
Sementara itu, Israel terus membantah tuduhan bahwa pasukannya sengaja menyasar warga sipil, termasuk anak-anak.
Al Jazeera mencatat sepanjang akhir pekan ini setidaknya ada 31 orang di Gaza City tewas karena serangan udara dan tembakan pasukan Israel. Sejak Oktober 2023 lalu, jumlah korban tewas di Gaza telah mencapai 64.803 orang dan korban luka mencapai 164.264 orang.
Mengutip dari Anadolu, dalam pernyataan yang dikeluarkan Kantor Media Pemerintah Palestina di Gaza menyatakan Israel sejak 11 Agustus 2025 telah menargetkan kawasan permukiman di Gaza City melalui serangan darat.
(anadolu/aljazeera/kid)