CNN Indonesia
Selasa, 29 Jul 2025 10:45 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menggelar Industrial Festival 2025 untuk menyiapkan generasi muda menghadapi dunia kerja.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Eko S.A. Cahyanto mengatakan anak muda menjadi target utama gelaran tahun ini. Pemerintah ingin generasi muda ikut berkontribusi dalam industri nasional.
"Industrial Festival juga berperan sebagai sarana pembekalan bagi generasi muda untuk menyiapkan diri menghadapi dunia kerja, khususnya di sektor industri, sekaligus mendukung visi besar Indonesia Emas 2045," kata Eko dalam Media Briefing Industrial Festival 2025 di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (28/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyelenggaraan Industrial Festival 2025 akan dikolaborasikan dengan dua gelaran lain, yaitu Gelar Batik Nusantara (GBN) dan Halalindo 2025.
Kolaborasi dengan GBN dilaksanakan 30 Juli hingga 3 Agustus 2025 di Pasaraya Blok M, Jakarta. Adapun kolaborasi dengan Halalindo 2025 dilakukan 25-28 September 2025 di ICE BSD, Tangerang.
Kemenperin menyiapkan berbagai acara untuk anak muda dalam rangkaian Industrial Festival dan GBN 2025. Salah satunya kuliah umum bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Industrial Festival turut berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat citra Kemenperin sebagai bagian penting dari ekosistem industri dalam negeri," ucapnya.
Menurut Eko, Industrial Festival 2024 yang menghadirkan 56 narasumber profesional berhasil melibatkan 16.629 peserta. Dia berharap peserta tahun ini lebih banyak karena mempertemukan dunia usaha dengan pakar industri.
Sebelumnya, 7,28 juta orang menganggur di Indonesia per Februari 2025. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebut 1,01 juta orang yang menganggur adalah sarjana.
Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menyebut fenomena ini menunjukkan ketidaksesuaian dunia pendidikan dengan industri.
Dia menyebut banyak sarjana yang kemampuan dasar operasi Microsoft Word dan Excel saja tidak bisa. Belum lagi menyoal kemampuan-kemampuan tingkat lanjut seperti bahasa asing dan teknologi.
Untuk jangka panjang, dia menyarankan pemerintah mengkaji ulang program vokasi di perguruan tinggi. Sementara itu, untuk jangka pendek pemerintah bisa membenahi program Kartu Prakerja.
"Kartu Prakerja harus berkolaborasi dengan perguruan tinggi setelah ada masukan dari Komite Vokasi tentang apa pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan sehingga dia bisa menjawab kebutuhan industri," kata Timboel.
(ldy/dhf)