Latar Belakang Pemberontakan DI TII dan RMS di Indonesia

2 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Latar belakang pemberontakan DI TII dan RMS di Indonesia berkaitan dengan dinamika politik pada masa awal kemerdekaan. Kedua gerakan ini mencerminkan keragaman kepentingan yang berkembang saat itu.

Pasalnya, setelah proklamasi, situasi politik Indonesia belum sepenuhnya stabil. Efeknya, muncul berbagai gerakan yang menentang pemerintah pusat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) muncul dengan dorongan ideologis untuk membentuk negara Islam. Sementara itu, RMS lahir dari semangat kedaerahan dan pengaruh politik federal warisan kolonial.

Latar belakang pemberontakan DI TII

Melansir buku Bahan Pembelajaran Sejarah Nasional Indonesia VI karya Syarifuddin, pemberontakan DI/TII dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, seorang tokoh yang sebelumnya ikut dalam perjuangan kemerdekaan.

Kartosuwiryo sempat terlibat dalam perlawanan sebelum Perjanjian Renville, tapi kemudian memilih jalannya sendiri. Kartosuwiryo memandang bahwa perjuangan kemerdekaan belum selesai dan Indonesia seharusnya berdiri sebagai negara Islam.

Keinginan tersebut membuatnya menolak integrasi penuh ke dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia. Ia kemudian memproklamasikan keinginannya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949.

Tidak hanya itu, Kartosuwiryo juga membentuk pasukan sendiri, sebagian besar pernah mendapatkan pengalaman tempur, bahkan ada yang memperoleh pelatihan militer dari Hizbullah. Dengan basis kekuatan inilah, DI/TII berkembang menjadi gerakan bersenjata yang cukup kuat.

Konsep Kartosuwiryo mengenai pembentukan Negara Islam Indonesia berhasil menarik simpati sejumlah tokoh dengan afiliasi Islam di berbagai daerah. Mereka kemudian bergabung dan memperluas jaringan DI/TII di luar Jawa Barat.

Akibatnya, pemerintah pusat menghadapi kesulitan besar karena pemberontakan ini tidak hanya berlangsung lama, tetapi juga menyebar ke beberapa wilayah seperti Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan.

Gerakan ini berlangsung selama lebih dari 13 tahun dan berubah menjadi perang berkepanjangan yang menelan banyak korban jiwa, baik dari pihak militer maupun sipil. Pada akhirnya, Kartosuwiryo bersama para pengikut terdekatnya berhasil ditangkap oleh pemerintah pada tahun 1962.

Latar belakang pemberontakan DI TII RMS

Tantangan lain yang dihadapi pemerintah adalah munculnya gerakan separatis di Maluku. Melansir buku Sejarah: SMA kelas XII karya M. Habib Mustopo, gerakan ini muncul setelah bubarnya Negara Indonesia Timur (NIT).

Sebagian kelompok Masyarakat, terutama mantan anggota KNIL dan elit lokal, merasa tidak puas atas pembubaran NIT dan bergabungnya wilayah tersebut ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Mereka merasa kehilangan kedudukan penting yang sebelumnya dimiliki serta khawatir posisinya terpinggirkan dalam struktur negara baru.

Tokoh yang kemudian memimpin pergerakan ini adalah Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan Jaksa Agung NIT. Ia memanfaatkan situasi politik yang tidak stabil pasca kegagalan pemberontakan Andi Azis di Makassar.

Dengan dukungan pasukan KNIL dan jaringan militer lainnya, Soumokil berupaya mendirikan negara baru bernama Republik Maluku Selatan (RMS). Sentimen sebagian masyarakat Maluku yang masih memiliki kedekatan dengan Belanda turut memperkuat gerakan tersebut.

Selain faktor politik, muncul pula ketegangan sosial akibat tindakan teror terhadap kelompok yang pro-republik. Hal ini memperlebar jurang perbedaan antara pendukung integrasi dengan NKRI dan kelompok yang ingin membentuk negara sendiri.

Situasi ini dimanfaatkan oleh Soumokil untuk menggalang dukungan dari birokrat dan tokoh lokal, hingga akhirnya pada 25 April 1950 ia secara resmi memproklamasikan berdirinya RMS di Ambon.

Pemberontakan RMS ini menjadi salah satu beban psikologis bagi Belanda, sebab mereka harus menerima bekas anggota KNIL yang akhirnya dibawa dan menetap di negeri Belanda.

Pada akhirnya, Presiden pertama RMS JH Manuhutu dan Perdana Menteri RIS Wairisal berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara antara tiga hingga lima setengah tahun.

Agar peristiwa serupa tidak berulang, pemerintah RI juga menjatuhkan hukuman tegas kepada sisa gerombolan RMS, bahkan hukuman mati bagi beberapa tokoh utamanya.

Puncaknya, pada tahun 1962 Dr. Soumokil ditangkap, yang sekaligus menandai berakhirnya pemberontakan RMS di Indonesia.

Itulah penjelasan mengenai latar belakang pemberontakan DI TII dan RMS di Indonesia. Semoga bermanfaat dan selamat belajar!

(han/juh)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |