Jakarta, CNN Indonesia --
Meta membantah tudingan studi yang mengklaim fitur Meta Teen Accounts gagal melindungi pengguna anak di platform mereka.
Phillip Chua, Director of Public Policy for Products Meta APAC, mengatakan laporan-laporan tersebut menyesatkan, bersifat spekulatif, dan merusak percakapan yang sangat penting dan kritis yang sedang berlangsung di masyarakat mengenai keamanan remaja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait klaim-klaim yang tercantum dalam laporan tersebut, kami menemukan bahwa klaim-klaim tersebut secara berulang-ulang menyalahartikan upaya kami untuk memberdayakan orang tua dan remaja," ujar Chua dalam sesi media briefing di Kantor Meta Jakarta, Selasa (30/9).
"Jadi, laporan yang dibuat oleh dataset atau approach yang sudah outdated, sudah usang, terkait fitur-fitur kami," tambahnya.
Phillip menambahkan pihaknya sedang mengerjakan daftar terbaru terkait upaya Meta dalam hal fitur keamanan, terutama untuk akun remaja. Meta berusaha memimpin industri dengan menggabungkan dan menyediakan perlindungan keamanan otomatis serta kontrol orang tua yang sangat sederhana.
Dalam sebuah laporan terbaru dari Ipsos yang bekerja sama dengan Meta, saat ini ratusan juta remaja telah ditempatkan dalam pengaturan akun remaja. Dalam laporan tersebut, 97 persen remaja di bawah usia 16 tahun yang berada dalam akun remaja tidak pernah mengubah pengaturan mereka sama sekali.
"Kami menganggap ini sebagai penerimaan dan validasi dari orang tua, bersama dengan hasil survei, bahwa kami berada di jalur yang benar," katanya.
Phillip mengakui bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, termasuk peningkatan pada alat-alat Meta. Oleh karena itu, mereka benar-benar menunggu umpan balik konstruktif untuk memperbaikinya.
Sebelumnya, sebuah riset dari whistle blower Meta Arturo Béjar, bersama akademisi dari NYU dan Northeastern University, serta kelompok perlindungan anak dari Inggris dan Amerika Serikat, menuding bahwa Meta telah gagal melindungi pengguna usia remaja lewat fitur Teen Accounts mereka.
Studi ini menyebut dua pertiga atau sekitar 64 persen dari alat keamanan yang diuji ditemukan tidak efektif, dengan hanya 17 persen berfungsi sesuai dengan yang dijelaskan oleh Meta. Hal ini diklaim meninggalkan anak-anak berisiko terpapar konten berbahaya dan penyalahgunaan.
Dalam studi tersebut, ada 5 poin utama yang disoroti, mulai dari algoritma hingga ketiadaan intervensi platform saat anak terpapar konten berbahaya.
Daftar temuan studi yang diunggah di laman organisasi perlindungan anak Fairplay yakni, pengguna akun Remaja tetap dapat mengakses konten yang mempromosikan bunuh diri, self-harm, dan gangguan makan, dengan saran otomatis yang secara aktif merekomendasikan kata kunci dan akun terkait bunuh diri, self-harm, gangguan makan, dan zat terlarang.
Kemudian, algoritma Instagram mendorong anak di bawah 13 tahun untuk melakukan perilaku seksual berisiko demi mendapatkan likes dan views, serta mendorong mereka untuk mengunggah konten yang menerima komentar seksual berlebihan dari orang dewasa.
Selain itu, akun Remaja dapat mengirim dan menerima komentar dan pesan yang sangat ofensif dan misoginis satu sama lain tanpa intervensi yang dijanjikan oleh platform.
Selanjutnya, akun Remaja dapat melihat konten yang menampilkan deskripsi seksual dan posting yang menggambarkan tindakan seksual yang merendahkan.
Serta, akun uji coba secara algoritmik direkomendasikan Reels yang menampilkan anak-anak berusia 6 tahun, dan ditemukan banyak akun publik di bawah 13 tahun yang menggunakan fitur Instagram untuk mengumumkan usia mereka.
(lom/dmi)