Jakarta, CNN Indonesia --
Pengusaha otomotif mengungkap fenomena warga RI mulai kesulitan membayar cicilan di tengah kondisi perekonomian dan badai pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pemilik Focus Motor Group Agustinus mengatakan ada pergeseran kondisi konsumen yang gagal bayar cicilan. Biasanya, ucap dia, konsumen berhenti mencicil di bulan-bulan pertama.
Hal itu disebabkan sebagian konsumen membeli mobil untuk pamer dan tidak didukung kemampuan finansial. Namun, saat ini konsumen yang sudah mencicil belasan bulan mulai kesulitan membayar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya nanya mereka kenapa leasing sebesar ini ngerem? Mereka pasti punya data pribadi dong untuk ke depannya ini gimana. Jadi mereka bilang ini banyak yang angsurannya macet," ujar Agustinus dilansir CNBC Indonesia, Senin (4/8).
"Kalau orang udah dua tahun kredit tiba-tiba macet berarti memang banyak mungkin kena PHK. Atau bisnisnya langsung drop gitu," imbuhnya.
Temuan Agustinus ini sejalan dengan kondisi penjualan kendaraan yang lesu tahun ini.
Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil secara wholesales atau distribusi dari pabrik ke dealer semester I 2025 374.740 unit, turun 8,6 persen dibandingkan semester I 2024.
Penjualan mobil ritel dari dealer ke konsumen 390.467 unit. Angka itu menunjukkan penurunan 9,71 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Mohamad Fadhil Hasan melihat fenomena warga RI mulai kesulitan membayar cicilan mobil sebagai sinyal bahaya untuk perekonomian.
Fadhil menilai angka pembelian mobil secara tidak langsung menunjukkan kemampuan konsumsi masyarakat menengah ke atas. Bila penjualan menurun dan cicilan terhambat, bisa dimaknai pelemahan daya beli di kelompok ini.
Menurutnya, fenomena ini menyimpan bahaya di masa mendatang. Nasib industri otomotif dan pembiayaan bisa terancam.
"Misalnya penghasilan mereka enggak mampu mencicil kreditnya, itu akan berdampak kepada semakin banyak kredit macet di sektor otomotif dan juga berdampak kepada penjualan kendaraan motor dan mobil," ujar Fadhil saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (6/8).
Fadhil pun mengaitkannya dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkap penurunan jumlah kelas menengah (middle class) di Indonesia selama 2019-2024 sekitar 9,49 juta orang,
Pada saat yang sama, kelompok kelas menuju menengah (aspiring middle class) bertambah dalam jumlah yang kurang lebih sama.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Ronny Sasmita mengaitkan fenomena warga RI mulai kesulitan membayar cicilan mobil dengan badai PHK.
Bila merujuk data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), 250 ribu orang terkena PHK pada 2024. Selain itu, 40 ribu orang terkena PHK pada Januari-Februari 2025.
Ronny melihat dua fenomena itu menunjukkan daya beli masyarakat tertekan. Karena hal itu, masyarakat menyortir pengeluaran. Pembelian dan cicilan mobil sebagai kebutuhan tersier pun menjadi salah satu yang terdampak.
"Karena tingkat PHK cukup tinggi ya di dua tahun belakangan sehingga imbasnya pasti kepada beban-beban ini tidak terpenuhi setelah mereka di-PHK," ucap Ronny.
Ronny berpendapat pemerintah harus menangani sinyal ini secara serius. Jika tidak ditangani segera, ia khawatir fenomena ini akan membebani pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah harus menggenjot pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Langkah-langkah konkret seperti deregulasi, penambahan insentif bagi investor, hingga pembangunan infrastruktur harus segera dijalankan.
Ronny juga menyarankan pemerintah meninjau ulang efisiensi anggaran. Kebijakan ini dinilai berdampak pada sejumlah kegiatan ekonomi masyarakat, seperti sektor perhotelan yang kehilangan pasar setelah rapat dan kunjungan kerja dibatasi.
"Sehingga tidak terjadi hal-hal yang seperti ini, kesulitan dalam memenuhi kewajiban karena pendapatannya tersendat," ujarnya.
(dhio faiz syarahil/sfr)