Jakarta, CNN Indonesia --
Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah tengah menjadi sorotan. Ribuan siswa dilaporkan mengalami gejala seperti mual, muntah, hingga diare setelah menyantap menu di sekolah.
Di tengah kegaduhan itu, muncul pertanyaan dari sebagian orang tua, apakah yang dialami anak-anak tersebut alergi makanan atau justru keracunan?
Dokter spesialis anak yang juga merupakan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Yogi Prawira menegaskan, alergi tidak bisa menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) seperti yang kerap muncul pada kasus keracunan massal di sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alergi sendiri kata dia, merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap protein tertentu pada makanan yang dianggap berbahaya, meskipun sebenarnya tidak berbahaya bagi orang lain.
"Gejala alergi bisa berupa gatal, bengkak di wajah, bibir, kelopak mata, atau biduran. Bila bengkak terjadi di saluran napas, dapat menimbulkan sesak dan penurunan kesadaran," jelas Yogi dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Kamis (25/9).
Selain itu, gejala alergi biasanya muncul lebih cepat, dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah makanan masuk ke tubuh. Karena sifatnya individual, alergi hanya akan menyerang anak-anak dengan sensitivitas khusus terhadap makanan tertentu, misalnya susu, kacang, atau makanan laut.
Berbeda dengan alergi, keracunan makanan terjadi akibat konsumsi makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi. Penyebabnya bisa bakteri, virus, toksin, hingga bahan kimia.
"Keracunan bisa menyerang siapa saja yang mengonsumsi makanan tercemar, sehingga jika sumbernya massal, maka korbannya juga massal. Sementara alergi sifatnya individual, hanya mengenai anak dengan sensitivitas terhadap makanan tertentu," ujar Yogi.
Gejala keracunan biasanya muncul dalam beberapa jam hingga dua hari setelah konsumsi. Tandanya meliputi mual, muntah, sakit perut, diare, bahkan bisa disertai demam dan sakit kepala.
Jika tidak tertangani, keracunan berpotensi menimbulkan komplikasi serius seperti gangguan ginjal, peradangan sendi, hingga gangguan saraf.
Kata Yogi, fenomena yang terjadi pada program MBG menunjukkan pola keracunan massal. Sebab banyak siswa di satu sekolah atau daerah yang mengalami gejala sama usai mengonsumsi makanan dari sumber yang sama.
"Hal ini tidak mungkin disebabkan oleh alergi, karena alergi bersifat individual," kata dia.
Apa yang perlu dilakukan orang tua dan guru?
Yogi mengingatkan agar orang tua dan guru segera membawa anak ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala parah, seperti:
• muntah berulang hingga tidak bisa minum,
• diare berdarah,
• tanda dehidrasi, atau
• demam tinggi yang tidak kunjung turun.
"Sebagian besar keracunan tidak mematikan, tapi komplikasi bisa terjadi. Edukasi kepada orang tua, guru, dan anak-anak menjadi kunci agar penanganan bisa dilakukan dengan cepat," tegas Yogi.
(tis/tis)