Harga Pesawat Boeing dan Airbus Makin Mahal Imbas Tarif Trump

2 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Harga pesawat produksi Boeing dan Airbus semakin mahal imbas kebijakan tarif resiprokal yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump.

Boeing sampai Airbus sudah berdarah-darah menghadapi guncangan pandemi covid-19. Kini, beban dua pabrik pesawat itu diperparah dengan adanya perang tarif.

Masalah upah buruh sampai harga energi bakal ditambah dengan tingginya beban tarif untuk bahan-bahan pesawat terbang. Contohnya, produk apapun terkait besi dan baja yang tak luput dari tarif impor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Pelaksana Konsultan AeroDynamic Advisory Richard Aboulafia menyebut harga sederet bahan dan peralatan pesawat meroket 40 persen sejak 2021. Itu bahkan belum termasuk dampak tarif Trump sebesar 25 persen untuk baja dan aluminium yang digunakan di pesawat terbang.

"Agak ironis. Bahan mentah bukan masalah, tetapi Donald Trump bertekad untuk menjadikannya masalah," kata Aboulafia, dikutip dari Nikkei, Minggu (20/4).

Sebagian besar maskapai penerbangan dunia umumnya memilih membeli pesawat dari Airbus dan Boeing. Namun, nasib kedua pabrikan itu tengah terancam bahaya.

Kenaikan harganya pun terpotret dalam pesanan 77 pesawat dari All Nippon Airways (ANA) pada Februari 2025 lalu. Maskapai asal Jepang itu membeli puluhan pesawat dari Boeing, Airbus, sampai perusahaan Brasil bernama Embraer.

Tercatat, memang ada lonjakan harga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah pihak bahkan menganggap harga pesawat yang tercantum di katalog perusahaan dirgantara telah usang, tak sesuai dengan kondisi saat ini.

Harga pesawat Boeing 787 Dreamliner, misalnya, yang dipatok sekitar US$386 juta dan Boeing 737 MAX senilai US$159 juta. Itu naik dibandingkan 2023 yang masing-masing dihargai US$292 juta serta US$121,6 juta.

Begitu pula dengan harga pesawat Airbus A321neo yang dipatok sekitar US$148 juta. Ini naik ketimbang harga 2018 yang masih di level US$129,5 juta.

Khusus untuk Boeing selaku perusahaan Amerika Serikat (AS) bahkan diboikot China gara-gara tarif Trump. Pasalnya, orang nomor satu di Amerika itu mematok tarif 245 persen untuk semua produk China yang masuk ke negaranya.

Tiongkok membalas aksi itu dengan memerintahkan maskapai penerbangannya agar tak lagi menerima pengiriman pesawat jet dari Boeing. Padahal, tiga maskapai penerbangan terbesar China dijadwalkan menerima pengiriman masing-masing puluhan pesawat pada 2025-2027.

Pesanan itu termasuk milik Air China sebanyak 45 pesawat, 53 punya China Eastern Airlines, serta 81 pesawat lainnya untuk China Southern Airlines. Saham Boeing bahkan langsung amblas, mengingat Negeri Tirai Bambu berstatus salah satu pasar terbesar mereka selama ini.

"Penghentian pengiriman ini merupakan pukulan berat bagi Boeing karena ada 55 pesawat dalam inventarisnya pada akhir 2024 yang belum dapat dikirim kepada pelanggannya, terutama di China dan India," tulis laporan CNN beberapa waktu lalu.

Sebanyak 8.830 pesawat buatan Boeing juga terancam gagal dibeli China dalam rentang 20 tahun ke depan. Ribuan pesawat itu sejatinya dibutuhkan untuk ekspansi armada maupun menggantikan jet lama dengan yang lebih hemat bahan bakar.

Ada 365 pesawat regional, 6.720 single aisle, 1.575 pesawat wide body, dan 170 sisanya tipe freighter alias kargo yang mulanya berpotensi dipesan China. Namun, harapan Boeing tampaknya pupus usai aksi boikot dari Negeri Tirai Bambu.

Padahal, Boeing mengklaim menjadi bagian utama dari ekonomi AS dengan menyumbang US$79 miliar alias Rp1.328 triliun (asumsi kurs Rp16.818 per dolar AS). Mereka mengaku juga sukses menciptakan 1,6 juta lapangan kerja, di mana ada 150 ribu karyawan yang berstatus warga negara AS.

(skt/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |