Jakarta, CNN Indonesia --
Kehadiran tambang ilegal tercatat selalu merugikan. Tak hanya menyebabkan berbagai konflik, juga ada risiko kecelakaan yang kerap tak memiliki nilai tanggung jawab dengan potensi pelanggaran hukum lain, seperti yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) diketahui banyak terjadi di Palu sebagai wilayah dengan kekayaan mineral bernilai tinggi. Gubernur Sulteng, Anwar Hafid mengusulkan solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yaitu dengan melegalkan kegiatan pertambangan.
Dengan pertambangan yang dilegalkan, Anwar optimistis bahwa pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan secara ketat demi menghindari kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya bahwa solusi yang terbaik adalah melegalisasi kegiatan ini, sehingga kita bisa melakukan pengawasan yang ketat bagaimana pemanfaatan sumber daya alam itu, sehingga tidak merusak lingkungan, tidak merusak alam, tapi juga memberi kontribusi bagi masyarakat lokal di mana daerah-daerah pertambangan itu berada," tutur Anwar kepada CNN Indonesia, baru-baru ini.
Ia mengungkapkan, saat ini pihaknya telah menjalankan beberapa langkah awal. Salah satunya, menyusun skema yang sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah (pemda), yakni melalui kerja sama dengan para bupati guna memastikan lokasi-lokasi tambang tidak bertentangan dengan RT-RW setempat, misalnya penggunaan lahan pertanian.
Langkah kedua, memastikan koperasi yang mengelola hasil tambang benar-benar berpihak pada rakyat. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Palu tengah mempersiapkan Koperasi Merah Putih sebagai pengelola.
"Justru kalau bisa kooperasi-kooperasi itu yang diberi kewenangan untuk mengelola secara tradisional tambang-tambang rakyat ini, sehingga masyarakat di desa itu bisa benar-benar
terlibat dalam upaya untuk memanfaatkan potensi berdaya alamnya," kata Anwar.
Menurut Anwar, legalisasi pertambangan juga dapat menekan berbagai risiko, termasuk kesehatan dan keselamatan pekerja serta warga sekitar lokasi. Ia memberi perumpamaan untuk membuat satu kawasan pertambangan dengan pengawasan ketat, yang mengurangi dampak buruk pertambangan.
Pada saat bersamaan, Anwar menyatakan bahwa pertambangan yang bermanfaat bagi rakyat dapat diwujudkan melalui sinergi pemerintah daerah dan kota, dengan dukungan aparat dan para stakeholder.
"Saya kira kalau ini semua bersatu padu, tidak ada yang tidak bisa. Kemudian kita tentu stakeholder masyarakat kita dengan melibatkan banyak koperasi di desa, pasti mereka akan memberikan dukungan yang sebesar-besarnya daripada membiarkan itu ilegal, kemudian terjadi di lapangan hal-hal yang kita tidak inginkan, tentu ini sangat berbahaya," ujar Anwar.
Direktur Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, M. Taufik menyampaikan bahwa kegiatan pertambangan emas di Palu diperkirakan dimulai sejak tahun 1997 oleh korporasi. Warga kemudian mulai melakukan hal serupa secara ilegal pada 2007-2008, tepatnya di wilayah Kelurahan Poboya.
Pada praktiknya, warga yang menambang secara ilegal kerap menggunakan bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan sianida yang dicampur dengan material. Air yang dipakai membilas material lalu akan dibuang langsung ke tanah, sehingga berdampak terhadap ketersediaan sumber air bersih.
Taufik menyatakan, air tanah menjadi salah satu sumber air bersih di beberapa wilayah Kota Palu.
"Kerugian negara di situ cukup besar. Di hitungan kami, dalam rentang waktu 2019-2024, kerugian negara itu sampai dengan 4 triliun, dalam waktu kurang lebih 5 tahun dari kegiatan pertambangan emas tanpa izin yang menggunakan perendaman itu," kata Taufik.
Sebelumnya, pada awal September 2025, Gubernur Anwar Hafid telah berjanji memfasilitasi tuntutan masyarakat terkait tambang ilegal. Saat itu, Anwar mengatakan akan menindak tegas tambang nakal yang tidak taat aturan dan membawa dampak serius bagi daerah.
"Tentu saya menyampaikan tadi daerah kita ini sudah dilanda penyakit kanker karena aktivitas pertambangan yang menyalahi aturan," ucap Anwar Hafid dikutip dari detikcom.
(rea/rir)