Jakarta, CNN Indonesia --
Para aktivis Global Sumud Flotilla (GSF) mengalami beragam siksaan dalam tahanan Israel. Mereka ditahan usai kapal pembawa bantuan kemanusiaan ke Gaza itu dibajak militer Israel.
Adalah, tim kuasa hukum para aktivis, mengungkap berbagai pelanggaran serius yang dilakukan Israel terhadap para aktivis, di antaranya melakukan kekerasan fisik hingga melarang akses terhadap obat-obatan.
Informasi penyiksaan ini muncul beberapa hari setelah Adalah mengatakan beberapa aktivis yang ditahan dipaksa berlutut dengan tangan terikat kabel selama setidaknya lima jam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah, sebuah organisasi hukum untuk hak-hak minoritas Arab di Israel, mengatakan mereka telah bertemu dengan lebih dari 80 peserta GSF selama dua hari terakhir di Penjara Ktziot, di Israel selatan.
Menurut kesaksian para aktivis kemanusiaan kepada Adalah, Israel menghalangi mereka mendapatkan obat-obatan penting, termasuk resep untuk tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan kanker.
"Para peserta ditahan di sel yang penuh sesak, dan beberapa peserta dipaksa tidur di lantai dalam kondisi yang keras dan tidak sehat," kata Adalah dikutip CNN, Minggu (5/10).
Adalah mengatakan otoritas Israel menggunakan kekerasan fisik terhadap beberapa tahanan, hingga tangan salah satu aktivis terluka. Peserta GSF lainnya ditutup matanya dan diborgol untuk waktu yang lama.
"Beberapa peserta melaporkan bahwa mereka diinterogasi oleh petugas tak dikenal dan yang lainnya melaporkan penganiayaan dan penyiksaan oleh sipir penjara," imbuh Adalah.
Kementerian Luar Negeri Israel membantah menyiksa para aktivis seraya menuding kesaksian itu merupakan kebohongan. Negeri Zionis itu mengklaim memenuhi seluruh hak hukum para aktivis kemanusiaan yang mereka culik secara ilegal, kemudian dijebloskan ke penjara.
"Semua hak hukum para tahanan sepenuhnya ditegakkan," klaim Kemlu Israel di X.
Dalam sebuah pernyataan kepada CNN, Kementerian Luar Negeri juga mengklaim mereka memberikan makanan, minuman dan obat-obatan yang dibutuhkan para aktivis dari berbagai negara itu.
"Tentu saja mereka menerima makanan, air, dan obat-obatan, dan mereka tidak dianiaya," ujar pihak Israel.
Klaim Israel itu bertentangan dengan kesaksian para aktivisGSF yang telah dibebaskan dan dideportasi. Puluhan aktivis, politikus, hingga jurnalis internasional yang tergabung dalam armada kapal GSFditahan dan dideportasi setelah seluruh kapal yang membawa bantuan kemanusiaan itu dicegat Israel ketika sedikit lagi menuju Gaza.
Aktivis lingkungan Greta Thunberg dikabarkan disiksa tentara Israel saat dalam penahanan usai armada kapal Global Sumud Flotilla (GSF) menuju Jalur Gaza Palestina dibajak pasukan Zionis.
Sejumlah aktivis yang dideportasi dari Israel, bahkan menuduh pasukan Israel memperlakukan Thunberg secara buruk.
Jurnalis Turki sekaligus peserta Armada Gaza Sumud, Ersin Celik, mengatakan kepada media lokal bahwa ia menyaksikan pasukan Israel "menyiksa Greta Thunberg". Celik bahkan menggambarkan bagaimana Thunberg "diseret di tanah" dan "dipaksa mencium bendera Israel" oleh tentara Zionis.
Aktivis Malaysia Hazwani Helmi dan peserta armada GSF asal Amerika Serikat, Windfield Beaver, memberikan kesaksian serupa di Bandara Istanbul. Mereka menuturkan bahwa Thunberg didorong dengan kasar dan dipamerkan sambil diselimuti bendera Israel.
"Itu bencana. Mereka memperlakukan kami seperti binatang," ujar Helmi, seraya menambahkan bahwa para tahanan tidak diberi makanan, air bersih, maupun obat-obatan.
Beaver juga menuturkan Thunberg "diperlakukan sangat buruk" dan "dijadikan alat propaganda," mengenang bagaimana ia didorong masuk ke sebuah ruangan ketika Menteri Keamanan Nasional sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, masuk.
Ada lagi jurnalis Italia Lorenzo Agostino, yang juga berada di armada tersebut, turut menegaskan perlakuan buruk yang dialami Thunberg.
"Greta Thunberg, seorang perempuan pemberani, baru berusia 22 tahun. Ia dihina, dililit dengan bendera Israel, dan dipertontonkan layaknya sebuah trofi," ujarnya kepada Anadolu.
Kesaksian lain menggambarkan perlakuan yang lebih parah dari tentara Israel. Presenter televisi Turki, Ikbal Gurpinar, mengatakan para pasukan Israel "memperlakukan kami seperti anjing."
"Mereka membiarkan kami kelaparan selama tiga hari. Mereka tidak memberi kami air; kami terpaksa minum dari toilet ... Hari itu sangat panas, dan kami semua hampir terbakar," ucap Gurpinar seperti dikutip Al Jazeera.
Ia menambahkan bahwa pengalaman itu memberinya "pemahaman lebih baik tentang kondisi Gaza."
Sementara itu, aktivis Turki Aycin Kantoglu menceritakan tentang tembok penjara yang berlumuran darah, serta coretan pesan dari para tahanan sebelumnya.
"Kami melihat para ibu menuliskan nama anak-anak mereka di dinding. Kami benar-benar merasakan sedikit dari apa yang dialami warga Palestina," katanya.
Genosida Israel telah menewaskan sedikitnya 67.139 warga Palestina, menurut angka kementerian Kesehatan Gaza. Mayoritas korban merupakan warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak.
(pta)