Jakarta, CNN Indonesia --
Korea Utara naik pitam gegara Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung terus menyinggung tentang denuklirisasi.
Pyongyang menyebut Lee seorang munafik yang suka berkhayal tentang senjata nuklir.
Korean Central News Agency (KCNA) pada Rabu (27/8) mengomentari pernyataan Lee di Centre for Strategic and International Studies Amerika Serikat, yang menyebut bahwa ia berencana memodernisasi persekutuan Korsel-AS di bawah dinamika saat ini. Saat itu, Lee berujar aliansi Korsel dan AS ditujukan untuk melawan provokasi pihak lain secara tegas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Korut marah bukan main karena Lee juga bicara tentang denuklirisasi yang menurut Korut tidak masuk akal. Apalagi, ditambah Lee menyebut Pyongyang sebagai "tetangga miskin namun galak".
"Lee Jae Myung dari Korea Selatan menunjukkan kemunafikannya kepada seluruh dunia," tulis KCNA.
"Ini adalah momen krusial dan kesempatan yang memadai untuk membuktikan mengapa Korea Selatan disebut musuh dan basis klan," bunyi pernyataan kantor berita yang merupakan corong pemerintah tersebut.
KCNA menuliskan Korsel sejak dulu terus menerapkan kebijakan konfrontatif dengan Korut, termasuk dengan mengakui wilayah Semenanjung Korea dan kepulauannya sebagai wilayah Korsel.
Menurut KCNA, meski pemerintah Korsel telah berganti, pada kenyataannya prinsip anti-Korut yang dianut "tetap tidak berubah."
"Hal yang sama berlaku pada rezim Lee Jae Myung," tulis KCNA.
KCNA menggarisbawahi bahwa Lee menggunakan pendekatan yang berbeda dengan presiden sebelumnya, Yoon Suk Yeol, yang sangat keras terhadap Korut.
Bagi KCNA, Lee memanfaatkan sikap garis keras Yoon itu untuk memoles citra baik seolah ingin memulihkan hubungan dengan Korut.
"Namun, Lee Jae Myung tidak menyembunyikan niat aslinya dan mengungkapkan sifat aslinya sebagai seorang maniak konfrontasi, setelah 80 hari menjabat," tulis KCNA.
"Perilakunya di luar negeri dengan jelas membuktikan bahwa skema konfrontasi Korea Selatan dengan DPRK (nama resmi Korea Utara) tidak akan pernah berubah," lanjut kantor berita tersebut.
KCNA kemudian melanjutkan bahwa ucapan Lee soal denuklirisasi hanyalah sebuah "sofisme belaka". KCNA menegaskan Korut selamanya merupakan negara bersenjata nuklir yang tidak akan meninggalkan senjata nuklir, prestise, serta kehormatan negara.
"Lee Jae Myung harus memahami bahwa jika ia terus terhanyut dalam mimpi liar tentang denuklirisasi' seperti 'penyakit keluarga', hal itu tidak akan bermanfaat bagi siapa pun, apalagi bagi Korea Selatan,' tandas KCNA.
Dalam pidatonya di CSIS Washington pada Senin (25/8), Lee mengatakan Korsel akan mematuhi Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan secara ketat menjaga komitmennya terhadap denuklirisasi.
Lee saat itu juga mengatakan penerapan sanksi Korut tidak bisa menyelesaikan masalah nuklir Pyongyang, yang merupakan "tetangga miskin tapi galak". Ia menekankan bahwa perlu berdialog dengan Korut untuk mengatasi hal ini.
Sejak menjabat pada Juni, Lee berjanji akan memperbaiki hubungan Korsel dan Korut. Namun, Pyongyang terus menolak tawaran damai Lee dan menegaskan Seoul merupakan musuh abadi Korut.
Hubungan Pyongyang dan Seoul tak pernah akur sejak kedua negara berperang di masa lalu. Selama beberapa tahun terakhir, hubungan Korut dan Korsel bahkan mencapai titik terendah imbas kebijakan keras Yoon Suk Yeol.
Secara teknis, Korut dan Korsel masih berperang lantaran konflik pada 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
(blq/dna)