Makna Jumat Agung bagi Umat Kristiani

1 day ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Perayaan Jumat Agung berlangsung pada Jumat (18/4). Jumat Agung termasuk dalam Tri Hari Suci jelang perayaan Paskah yang jatuh pada Minggu (20/4).

Lantas, apa makna Jumat Agung bagi umat Kristiani? Perayaan Jumat Agung merupakan hari kesedihan dan penebusan dosa yang dilakukan oleh Yesus Kristus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maka itu, umat Kristiani biasanya akan menggunakan pakaian serba hitam atau abu-abu sebagai tanda berkabung atas kepergian Yesus Kristus. Ibadah Jumat Agung juga biasanya akan berlangsung pada sore hari.

Makna Jumat Agung

Jumat Agung mengisahkan tentang penderitaan dan pengorbanan Yesus Kristus untuk umat manusia. Lantas, apa makna Jumat Agung?

Mengutip Buku Aku, Kamu dan Adorasi oleh Emanuel Martasudjita, Pr., makna Jumat Agung adalah pengingat terhadap pengorbanan besar yang telah Yesus lakukan untuk seluruh umat manusia.

Wafat Yesus adalah wafat satu orang bagi seluruh bangsa dan bahkan segala bangsa di semua tempat dan sepanjang zaman.

Jumat Agung dirayakan sebagai upacara tanpa Ekaristi dengan fokus untuk mengenangkan sengsara dan wafat Yesus yang membawa keselamatan bagi manusia.

Selain ibadah sabda dengan puncaknya, menurut Injil Yohanes akan dilanjutkan dengan doa umat meriah dan penyembahan salib yang menjadi pokok upacara Jumat Agung.

Penyembahan salib mengungkapkan tanda hormat dan sembah bakti umat kepada Allah yang begitu besar mengasihi kita dengan mengutus Putra-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan melalui salib.

Maka itu, suasana liturgis Jumat Agung merupakan ungkapan hormat, khidmat, dan syukur atas karya penebusan dan keselamatan yang diterima umat melalui salib.

Menurut Paus Benediktus XVI yang menuliskan dalam ensiklik pertamanya:

"Tindakan (kasih) Allah mengambil bentuk dramatis dalam hal bahwa Allah dalam Yesus Kristus sendiri mencari "domba yang hilang", umat manusia yang menderita dan hilang. Bila Yesus dalam perumpamaan berbicara tentang gembala yang mencari domba yang hilang, perempuan yang mencari dirham, bapa yang menyambut anaknya yang hilang dan memeluknya, maka itu semua bukan hanya kata-kata, melainkan penjelasan tentang diri-Nya dan tindakan-Nya. Dalam wafat-Nya di salib terwujudlah sikap Allah terhadap diri-Nya sendiri; Ia menganugerahkan diri untuk mengangkat dan menyelamatkan manusia - kasih dalam bentuk paling radikal." (Deus Caritas Est 12).

Wafat Yesus di salib merupakan kasih Allah dalam bentuk paling radikal. Itulah yang dirayakan pada perayaan Ekaristi.

Pada Jumat Agung mengingatkan kita bagaimana kisah sengsara Yesus menurut Yohanes yang dibacakan atau dinyanyikan. Dalam kisah sengsara Yesus menurut Yohanes dapat disebutkan Yesus sebagai aktor sekaligus sutradara utama.

Yesus sebagai tuhan yang berkuasa merelakan diri-Nya untuk menjalani penderitaan demi keselamatan manusia. Seluruh skenario dan jalan cerita tersebut merupakan Tuhan Yesus sendiri dan yang lainnya hanyalah figuran dan penggembira.

Pada perjamuan malam terakhir sebelum menderita sengsara, Yesus berkata,"....dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang kepada-Ku. Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Ia akan mati." (Yoh. 12: 32-33).

Yesus telah mengetahui bagaimana Ia akan mati yaitu dengan ditinggikan alias disalibkan. Wafat-Nya justru telah memuliakan-Nya.

Santo Paulus Yohanes II juga menegaskan aspek kurban dari misteri sengsara dan wafat Tuhan.

"Yesus tidak hanya menegaskan pemberian-Nya bagi mereka untuk dimakan dan diminum adalah tubuh dan darah-Nya. Dia juga mengungkapkan makna pengurbanan-Nya dan menghadirkan kurban salib secara sakramental sepanjang masa bersama dengan perjamuan persekutuan kudus dengan tubuh dan darah Tuhan."

Dengan demikian makna Jumat Agung bagi umat Kristiani adalah momen pengingat terhadap pengorbanan yang telah Yesus lakukan untuk seluruh umat manusia.

Maka itu, penekanan makna kurban salib Kristus dihadirkan dalam Misa Kudus sebagai hal yang penting karena kematian Yesus di salib adalah kurban penghapus dosa.

Ketentuan liturgi

Dalam perayaan Jumat Agung tentu memiliki ketentuan liturgi yang berbeda dengan misa di hari Minggu. Mengutip Buku Pedoman Berliturgi Lingkaran Natal dan Paskah oleh Komisi Liturgi Regio Jawa Plus, berikut ini ketentuannya:

  1. Pada hari Jumat Agung dan Sabtu Suci hendaknya diadakan ibadah bacaan dan ibadah pagi bersama jemaat.
  2. Waktu perayaan Sengsara dan Wafat Kristus diadakan siang sekitar pukul 15.00. Namun karena alasan pastoral Imam dan tim liturgi dapat menentukan waktu lain yang lebih sesuai untuk umat, misalnya setelah tengah siang atau sore hari. Namun, tidak boleh lewat dari pukul 21.00
  3. Bagian-bagian perayaan, terdiri dari tiga yakni perayaan sabda (termasuk kisah sengsara dan doa umat meriah), penghormatan salib, dan penerimaan komuni.
  4. Peraturan bahwa hanya satu salib yang dihormati menimbulkan kesulitan di paroki besar. Hal ini dapat diatasi bila penghormatan salib dilakukan seluruh umat bersama-sama dengan menundukkan kepala terhadap salib yang diangkat oleh petugas imam atau diakon.

Sesudah ibadah, umat diberi kesempatan untuk melaksanakan penghormatan kepada salib secara pribadi. Atau disediakan sejumlah salib untuk dihormati umat seperti menyambut komuni.

Demikian penjelasan tentang apa makna Jumat Agung dan ketentuan liturginya. Makna Jumat Agung adalah pengingat terhadap pengorbanan besar yang telah Yesus lakukan untuk seluruh umat manusia.

Makna kurban salib Kristus dihadirkan dalam Misa Kudus sebagai hal yang penting karena kematian Yesus di salib adalah kurban penghapus dosa. Semoga bermanfaat!

(glo/juh)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |