Melihat Ekonomi RI Setahun Prabowo-Gibran, Adakah yang Perlu Dibenahi?

10 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Setahun sudah pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berjalan sejak dilantik 20 Oktober 2024.

Pelantikan terjadi di tengah gempuran tantangan global dan domestik bagi perekonomian dalam negeri.

Beberapa contoh tantangan dalam setahun ini mulai dari gejolak harga pangan, tensi geopolitik, hingga perubahan iklim yang memukul rantai pasok dunia. Namun, ekonomi Indonesia masih mampu berdiri relatif tegak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk data BPS, perekonomian Indonesia pada kuartal IV 2024 (awal Prabowo-Gibran menjabat) tercatat mampu tumbuh 5,02 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Lalu, pada awal tahun ini pertumbuhan ekonomi agak sedikit lambat yakni hanya mampu terealisasi 4,87 persen (yoy) pada kuartal I-2025. Kendati, di kuartal II melaju kencang dan berhasil tumbuh tinggi sebesar 5,12 persen (yoy).

Tak hanya ekonomi yang masih stabil, kemiskinan di tahun pertamaPrabowo-Gibran juga turun.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025.

Angka ini turun 0,21 juta orang dibandingkan dengan posisi September 2024 yang mencapai 24,06 juta orang.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengakui memang ada kebijakan ekonomi Prabowo-Gibran yang patut diapresiasi dan juga diperbaiki dalam setahun pemerintahan.

Misalnya, keberhasilan Prabowo menjaga inflasi terkendali. Prabowo juga berhasil menjaga nilai tukar rupiah dari gejolak. Selain itu, ia juga masih bisa menjaga kekuatan daya beli masyarakat.

Menurutnya, tiga capaian itu merupakan prestasi yang layak diapresiasi dari tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.

"Pemerintah relatif berhasil menjaga stabilitas makro, misalnya inflasi tetap terkendali, nilai tukar rupiah relatif tidak terlalu bergejolak, dan daya beli masyarakat cukup terjaga lewat berbagai program subsidi maupun bantuan sosial alias tidak nyungsep lebih lanjut," ujar Ronny kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, upaya mempercepat hilirisasi dan menjaga ketahanan pangan juga dinilai layak untuk diapresiasi, meski hasilnya belum sepenuhnya terasa.

Meski demikian, Ronny menilai di balik semua itu, ada pekerjaan rumah besar yang masih harus diselesaikan karena kebijakan yang melempem. Misalnya; belanja negara yang belum efektif dan maksimal membantu menumbuhkan perekonomian.

Kondisi tersebut tercermin dari realisasi konsumsi pemerintah pada kuartal II yang bukan saja tidak tumbuh tapi bahkan tercatat minus 0,33 persen. Padahal kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 6,93 persen.

"Realisasi belanja negara belum cukup efektif mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor produktif," kata Ronny.

Dari sisi investasi, Ronny melihat meski pemerintah terus menggembar-gemborkan hilirisasi dan reformasi investasi, minat investor asing masih belum menunjukkan lonjakan signifikan. Investasi masih didominasi oleh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Sebab, dari realisasi investasi Januari-September 2025 yang mencapai Rp1.434,3 triliun atau 75,3 persen dari target sepanjang tahun ini sebesar Rp1.905,6 triliun, kontribusi PMA baru sebesar Rp212 triliun atau 43,1 persen.

"Investasi asing juga belum menunjukkan performa yang signifikan karena masih ada persoalan kepastian hukum dan hambatan birokrasi," jelasnya.

Ronny juga menyoroti koordinasi lintas kementerian/lembaga yang masih lemah. Hal ini menyebabkan banyak kebijakan bagus hanya berhenti di atas kertas.

"Koordinasi lintas kementerian terlihat belum terlalu solid, sehingga banyak kebijakan bagus di atas kertas justru lemah di tataran implementasi lapangan," terangnya.

Oleh sebab itu, Ronny melihat ada tiga hal yang perlu diperbaiki pemerintahan Prabowo-Gibran di tahun kedua hingga seterusnya untuk memperkuat akselerasi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Pertama, memperbaiki efektivitas fiskal. Artinya, belanja negara harus lebih diarahkan ke proyek produktif yang memiliki multiplier effect optimal, bukan sekadar program populis jangka pendek untuk pencitraan.

Kedua, memperbaiki tata kelola investasi dan perizinan, agar kepercayaan pelaku usaha, terutama investor asing meningkat.

Ketiga, Ronny menyarankan untuk mendorong reformasi kelembagaan dan koordinasi antar kementerian/lembaga, supaya kebijakan tidak tumpang tindih dan bisa dijalankan dengan cepat di lapangan.

"Kalau tiga hal ini bisa direalisasikan dengan baik, saya yakin efektivitas kebijakan ekonomi di tahun-tahun berikutnya akan jauh lebih kuat dan akan menambah daya dorongnya kepada pertumbuhan ekonomi," jelasnya.


Read Entire Article
Entertainment |