Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memberikan sinyal rencana penghentian sementara alias moratorium ekspor kelapa bulat kemungkinan tidak akan diterapkan.
Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan mekanisme Pungutan Ekspor (PE) untuk mengatur laju pengiriman komoditas tersebut ke luar negeri.
"Jadi, kalau enggak salah besok, minggu ini ya, minggu ini untuk menetapkan yang PE. Jadi kita pakai mekanisme PE dulu, Pungutan Ekspor," ujar Budi di Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut keputusan resmi terkait besaran pungutan akan ditetapkan dalam waktu dekat.
"Ya besok, besok mau dirapatin berapanya (besaran pungutan). Tadi sih udah ada suratnya, saya lupa tanggalnya. Kan seharusnya minggu kemarin," tambahnya.
Langkah ini diambil merespons kondisi di mana sebagian besar kelapa berkualitas tinggi cenderung diekspor karena harga yang lebih menarik dibanding pasar domestik. Akibatnya, pasokan kelapa dalam negeri mengalami penurunan dan dikeluhkan oleh pelaku industri pengolahan.
"Jadi kelapa bulat itu banyak. Tetapi karena permintaan ekspor tinggi, ya kemudian mereka semua ekspor, gitu lah ya kurang lebih. Nah, sehingga pasokan di dalam negeri menjadi berkurang. Karena harganya lebih bagus. Jadi kan petani lebih baik ekspor kan karena harganya bagus," kata Budi.
Ia menyebut skema PE akan digunakan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan ekspor dan ketersediaan pasokan dalam negeri, termasuk bagi industri pengolahan kelapa.
"Nah kita kan harus menyeimbangkan antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Jangan sampai juga pasar di dalam negeri, kebutuhan para industri juga jangan sampai terganggu. Nah, instrumennya apa? Instrumennya yang akan kita lakukan dengan PE, Pungutan Ekspor," lanjutnya.
Budi juga menanggapi keluhan mengenai turunnya kualitas kelapa di pasar domestik akibat ekspor besar-besaran. Menurutnya, jika pengaturan ekspor diterapkan melalui pungutan, sebagian produk berkualitas akan tetap terserap pasar lokal.
"Jadi makanya itu ya. Nanti kita atur dengan PE ini. Sebenarnya harapan kita itu kalau diatur dengan PE katakanlah sekian persen ya. Otomatis kan saya pikir tidak semua jadi ekspor. Ya, akan mengurangi ekspor. Jadi kalau tidak semua ekspor, pasti yang bagus juga banyak. Enggak cuman satu-dua aja saya kira ya," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan moratorium ekspor kelapa bulat sebagai langkah jangka pendek untuk mengatasi kelangkaan bahan baku industri pengolahan lokal.
Selain itu, Kemenperin juga mendorong penerapan PE dan penetapan standar harga bahan baku yang menguntungkan bagi petani dan pelaku industri. Usulan itu dilatarbelakangi oleh lonjakan harga kelapa di pasar domestik dan ancaman terganggunya keberlangsungan industri, termasuk risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berbeda dengan usulan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan alias Zulhas menyatakan ekspor kelapa tidak akan dihentikan. Menurutnya, kenaikan harga merupakan peluang yang bagus bagi petani.
Ia mendorong peningkatan produksi kelapa sebagai solusi terhadap kelangkaan di dalam negeri, alih-alih membatasi ekspor.
"Enggak, enggak, enggak, nggak ada (setop ekspor kelapa). Petaninya lagi untung banyak sekarang, bagus," ucap Zulhas dalam acara World of Coffee Jakarta 2025 di JCC Senayan, Kamis (15/5), melansir detikfinance.
(del/agt)