Mengingat Lagi Kesepakatan Tarif RI-AS, Diklaim Trump 'Deal' Juli Lalu

2 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Kabar perundingan tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) terancam gagal mencuat setelah seorang pejabat AS mengklaim Indonesia menarik kembali sejumlah komitmen yang disepakati pada Juli lalu.

"Mereka mengingkari apa yang telah kita sepakati pada Juli," kata pejabat AS tersebut kepada Reuters pada Selasa (9/12).

Ia menyebut pejabat Indonesia telah memberi tahu Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer bahwa Indonesia tidak dapat menyetujui beberapa komitmen yang bersifat mengikat dan ingin merumuskan ulang sebagian negosiasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, langkah itu berisiko menghasilkan kesepakatan yang lebih merugikan bagi Washington dibanding kesepakatan AS dengan Malaysia dan Kamboja.

Pernyataan pejabat AS itu diperkuat oleh komentar Menteri Keuangan AS Scott Bessent yang menyebut Indonesia 'agak keras kepala' dalam negosiasi dagang, meski ia tidak merinci titik tarik-ulur perundingan yang dimaksud.

Merespons kabar tersebut, Menteri Perdagangan RI Budi Santoso membantah isu gagalnya kesepakatan. Ia menegaskan seluruh proses masih berada dalam tahapan negosiasi.

"Enggak, semua masih proses negosiasi," ujarnya.

Lantas bagaimana awal mula perundingan tarif RI-AS hingga klaim deal Trump?

Isu tarik-ulur tarif ini bermula ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk asal Indonesia. Tarif tersebut awalnya dijadwalkan berlaku mulai 9 Juli, namun kemudian diundur dan ditetapkan berlaku 1 Agustus.

Kebijakan tarif 32 persen itu pertama kali dilaporkan Reuters pada Selasa (8/7). Indonesia disebut masuk dalam daftar 14 negara yang menerima surat resmi dari Trump terkait kebijakan tersebut.

Selain Indonesia, negara lain yang turut menerima surat serupa antara lain Malaysia, Thailand, Kamboja, Bangladesh, hingga Afrika Selatan. Jepang dan Korea Selatan bahkan lebih dulu menjadi sasaran tarif serupa.

"Trump mengatakan AS akan memberlakukan tarif impor 32 persen pada Indonesia," tulis Reuters.

Trump menyebut tarif tersebut diterapkan sebagai upaya 'penyeimbangan' perdagangan. Berdasarkan data Gedung Putih, defisit perdagangan AS terhadap Indonesia tercatat mencapai US$18 miliar.

Dalam suratnya kepada Presiden RI Prabowo Subianto pada 7 Juli, Trump menilai defisit itu sebagai ancaman bagi perekonomian dan keamanan nasional AS.

"Mohon dipahami tarif ini diperlukan untuk mengoreksi kebijakan tarif dan nontarif Indonesia selama bertahun-tahun serta hambatan perdagangan yang menyebabkan defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan terhadap Amerika Serikat," tulis Trump.

Tak lama setelah pengumuman tarif 32 persen, pemerintah Indonesia menyatakan penerapannya ditunda.

Airlangga menyebut penundaan itu sebagai hasil pertemuan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Jamieson Greer di Washington DC.

"Waktunya (penerapan tarif 32 persen) adalah kita sebut pause. Jadi penundaan penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada," ujar Airlangga di Brussel, Sabtu (12/7).

Ia menyebut selama masa jeda tersebut, kedua negara melakukan penyelarasan akhir proposal yang dipertukarkan.

Di tengah proses negosiasi itu, Trump kembali membuat pernyataan besar. Pada 15 Juli, ia mengklaim telah mencapai kesepakatan dagang langsung dengan Presiden Prabowo. Dalam klaim tersebut, tarif impor produk Indonesia ke AS disebut diturunkan menjadi 19 persen.

"Kesepakatan hebat, untuk semua orang, baru saja dibuat dengan Indonesia. Saya berurusan langsung dengan Presiden mereka yang sangat dihormati," tulis Trump melalui Truth Social.

Namun, tarif 19 persen itu disertai sejumlah syarat. Indonesia diminta membebaskan tarif seluruh produk AS, membeli energi AS senilai US$15 miliar, mengimpor produk pertanian AS senilai US$4,5 miliar, serta membeli 50 pesawat Boeing.

"Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Indonesia telah berkomitmen untuk membeli energi AS senilai US$15 miliar, produk pertanian Amerika senilai US$4,5 miliar, dan 50 pesawat Boeing Jet, banyak di antaranya adalah 777," tulis Trump, dikutip dari AFP.

Airlangga kemudian menegaskan kesepakatan tarif 19 persen belum final karena masih dibahas dalam tahap teknis. Indonesia, kata dia, masih memperjuangkan agar sejumlah komoditas unggulan seperti crude palm oil (CPO), kopi, kakao, serta beberapa produk mineral bisa mendapatkan tarif di bawah 19 persen, bahkan 0 persen.

Di sisi lain, pemerintah juga menyatakan akan tetap membatasi impor pangan dari AS hanya untuk komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti gandum, kedelai, dan kapas.

Kesepakatan itu kemudian dituangkan dalam dokumen Agreement on Reciprocal Trade (ART) yang dirilis Gedung Putih pada 22 Juli, memuat komitmen impor energi, produk pertanian, pesawat, serta berbagai pelonggaran kebijakan non-tarif di sektor perdagangan, digital, dan industri.

Hingga kini, pemerintah Indonesia menegaskan proses perundingan masih berjalan dan belum ada kesepakatan yang dibatalkan secara sepihak, meskipun dinamika negosiasi terus berlangsung di tengah tekanan tarif dari Washington.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)

Read Entire Article
Entertainment |