Menjaga Raja Ampat, Belajar dari Labengki yang Tercemar Limbah Nikel

1 day ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Keindahan alam Indonesia memang tiada duanya. Namun, di balik pesona alam yang memukau, ancaman serius kerap mengintai, terutama dari aktivitas pertambangan, seperti yang belakangan disorot di Raja Ampat.

Terdapat aktivitas tambang nikel di beberapa pulau kecil seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, Pulau Manuran, dan Pulau Batang Pele di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Meskipun klaim pemerintah lokasi tambang nikel tidak bersentuhan langsung dengan destinasi wisata populer Raja Ampat seperti Piaynemo, para pegiat lingkungan dan masyarakat lokal khawatir dampak kerusakan ekosistem akan meluas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dampak lingkungan dari aktivitas tambang biasanya termasuk deforestasi, limbah tambang, lalu lalang kapal tongkang, hingga pencemaran air. Jika potensi dampak lingkungan itu terjadi. Raja Ampat yang terkenal dengan surga alam bawah lautnya bisa ditinggal wisatawan. Padahal, warga setempat banyak bergantung pada industri pariwisata.

Masyarakat tanah air pun marak memprotes penambangan ini, baik secara langsung maupun melalui media sosial dengan hashtag #SaveRajaAmpat.

Raja Ampat mungkin bisa belajar dari Pulau Labengki di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang kini tercemar limbah tambang nikel. Padahal, Pulau Labengki awalnya terkenal dengan air lautnya yang jernih dan hamparan pasir pantainya yang putih, serta spot wisata menarik lain, hingga jadi destinasi wisata unggulan di Sultra.

Apabila ingin menikmati keindahan alam serupa Raja Ampat, namun dengan jarak yang lebih dekat, datanglah ke Labengki. Pulau Labengki juga dikenal sebagai "miniatur Raja Ampat".

Perairan di sekitar Pulau Labengki tercemar limbah nikel, memaksa para nelayan mencari nafkah lebih jauh dari biasanya. Sedimen dan lumpur tebal menutupi terumbu karang, merusak ekosistem laut yang menjadi rumah bagi beragam biota.

Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyerukan pemerintah menghentikan ekspansi tambang nikel yang semakin membahayakan keberlangsungan hidup masyarakat dan ekosistem pulau-pulau kecil di Sultra, termasuk Labengki.

Menurut data WALHI, perluasan tambang nikel di wilayah pesisir dan pulau kecil seperti Kabaena, Wawonii, dan Labengki telah memicu deforestasi massif, pencemaran sumber air, hilangnya lahan pertanian dan kebun rakyat, serta merampas wilayah tangkap nelayan.

[Gambas:Instagram]

Direktur WALHI Sultra Andi Rahman mengingatkan bahwa transisi energi menuju energi hijau tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan ruang hidup masyarakat lokal. Menurutnya, model pembangunan saat ini terlalu eksploitatif dan bertentangan dengan prinsip keadilan ekologis.

"Jika negara sungguh-sungguh ingin menjaga lingkungan dan masa depan generasi, maka penyelamatan pulau-pulau kecil dan penghentian ekspansi tambang adalah langkah mendesak," ujar Andi Rahman dalam akun Instagram resmi WALHI Sultra.

Pada Desember 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan secara tegas meminta pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara maupun Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, untuk memberikan perhatian serius dalam menjaga dan melindungi destinasi wisata Pulau Labengki dari dampak negatif aktivitas pertambangan.

Seperti dilansir Antara, desakan ini disampaikan sebagai upaya krusial untuk mencegah terjadinya sedimentasi laut yang berpotensi merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati laut di sekitar Pulau Labengki. Permintaan KLHK ini menekankan pentingnya pelestarian lingkungan demi keberlanjutan wisata bahari di salah satu mutiara tersembunyi Indonesia tersebut.

(wiw)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |