Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid memastikan pemerintah tidak akan mengambil alih tanah milik rakyat dalam bentuk sawah, pekarangan, maupun hasil warisan, yang sudah memiliki status sertifikat hak milik maupun hak pakai.
Hal itu ia sampaikan di tengah kritik kebijakan tanah nganggur akan diambil negara.
Nusron mengatakan pemerintah hanya akan mengambil alih tanah dengan status hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) yang telantar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini semata-mata menyasar lahan yang statusnya HGU dan HGB yang luasnya jutaan hektare, tapi dianggurkan, tidak dimanfaatkan, dan tidak produktif. Bukan menyasar tanah rakyat, sawah rakyat, pekarangan rakyat, atau tanah waris, apalagi yang sudah mempunyai status sertifikat hak milik maupun hak pakai," ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kementerian ATR/BPN Jakarta, Selasa (12/8).
Nusron mengakui dalam menjelaskan kebijakan tersebut ia sempat menyampaikan pernyataan yang keliru, termasuk saat menyebut semua tanah adalah milik negara.
Ia mengatakan pernyataan tersebut hanya candaan semata.
"Kami menyadari dan kami mengakui bahwa pernyataan sebut, candaan tersebut tidak tepat, tidak sepantasnya, dan tidak selayaknya untuk kami sampaikan apalagi disampaikan oleh seorang pejabat publik. Sehingga dapat menimbulkan persepsi yang keliru dan liar di masyarakat," katanya.
"Untuk itu, sekali lagi saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada publik, kepada netizen, dan kepada masyarakat Indonesia atas sabqul lisan ini," katanya.
Sebelumnya, Nusron mengaku diprotes pemilik hak atas tanah usai 100 ribu hektare tanah telantar alias nganggur diambil alih negara. Nusron mengatakan pihaknya terus memproses tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan pemegang hak.
Tanah telantar yang ditertibkan itu tersebar di berbagai daerah.
"Tanah telantar kan sudah hampir 100 ribuan (hektare) yang sudah diinikan (diamankan negara) dan ini bergulir terus, dikasih surat terus," ujar Nusron usai Talkshow ILASPP di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (6/8).
Isu tanah tidak digunakan alias nganggur akan diambil alih negara muncul hingga menimbulkan kekhawatiran masyarakat.
Ketentuan ini diatur sejak era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
Pasal 7 menyebut pengambilalihan bisa dilakukan terhadap tanah hak milik, hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.
"Tanah hak milik menjadi objek penertiban tanah telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara sehingga:
a. Dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan;
b. Dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan pemegang hak; atau
c. Fungsi sosial hak atas tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada," bunyi pasal tersebut.
Selain tanah berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, negara juga bisa mengambil tanah berstatus hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah bila sengaja ditelantarkan dua tahun sejak penerbitan hak.
Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis menegaskan pihaknya tak serampangan melabeli tanah warga dengan cap 'telantar'.
Ia menekankan targetnya adalah tanah yang benar-benar kosong dan tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya. Artinya, tanah warisan yang sudah dirawat tidak akan disita.
"Objek dari peraturan ini adalah tanah-tanah yang memang kosong blong. Kalau pagar bagaimana, pak? Sudah bayar pajak bumi bangunan (PBB), ada pagar, ndak (tidak diambil negara) lah! Itu kan sudah diusahakan berarti," tegas Harison kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (16/7).
"Bukan rumah warisan yang sudah ada di atas sebuah tanah, kemudian ditelantarkan, ya itu enggak ada urusannya. Orang tanah sudah ada rumah kok di atasnya, ada kebun, berarti kan tidak terlantar. Dan hak milik (sertifikat hak milik/SHM)," jelasnya.
(fby/sfr)