ANALISIS
CNN Indonesia
Jumat, 25 Jul 2025 19:28 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Perang Kamboja dan Thailand kian membara di hari kedua, Jumat (25/7). Jika konflik tak kunjung reda bisa berdampak ke kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Perang telah menyebabkan 15 orang di Thailand dan satu orang di Kamboja tewas. Konflik tersebut juga membuat lebih dari 120.000 warga di perbatasan kedua negara meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah komunitas internasional meminta semua pihak menahan diri untuk tak saling serang. Ketua ASEAN tahun ini, Malaysia, bahkan menyerukan gencatan senjata dan siap menjadi fasilitator.
Bagaimana posisi dan peran Indonesia dalam konflik Kamboja-Thailand?
Akademisi di Sekolah Stratejik dan Global Universitas Indonesia yang fokus masalah pertahanan dan keamanan internasional, Sya'roni Rofii, mengatakan Indonesia bisa menjadi mediator.
"Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN perlu memperlihatkan kepemimpinannya di kawasan dengan cara kontak dengan pemimpin Thailand dan Kamboja. Menawarkan diri sebagai mediator untuk mengakhiri eskalasi," kata Sya'roni saat dihubungi CNNIndonesia.
Pemerintah Indonesia, lanjut dia, bisa menawarkan Jakarta sebagai tempat perundingan.
Indonesia pernah berinisiatif terlibat aktif untuk menyelesaikan krisis di Myanmar. Pada April 2021, Jakarta menjadi tuan rumah rapat darurat membahas situasi salah satu negara Asia Tenggara ini.
Dua bulan sebelum pertemuan puncak itu, Angkatan Bersenjata Myanmar di bawah pimpinan Aung Hlaing Main mengkudeta pemerintahan sah. Sejak saat itu, kekerasan terus terjadi bahkan hingga sekarang.
Pertemuan tersebut menghasilkan Five Point of Consensus (5PC) yang berisi penghentian kekerasan, dialog konstruktif, bantuan kemanusiaan, utusan khusus ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar.
Saat menjadi ketua ASEAN pada 2023, salah satu fokus utama Indonesia adalah meredakan krisis Myanmar dengan berkoordinasi ke sesama negara anggota. Berbagai langkah ditempuh termasuk yang mereka sebut silent diplomacy atau shuttle diplomacy (diplomasi ulang-alik yang menjangkau pihak-pihak terkait). Namun, beberapa pihak menilai langkah ini tak cukup signifikan. Kekerasan masih terjadi dan krisis politik masih berlangsung.
Sya'roni meyakini di bawah pimpinan Prabowo Subianto, Indonesia bisa berperan jauh lebih aktif untuk kawasan Asia Tenggara.
"Saya kira dengan Pak Prabowo sebagai presiden ada terlibat aktif sebagai mediator," ucap dia.
Sya'roni lantas mencontohkan kasus pembuatan konten asal Indonesia yang ditangkap militer Myanmar tetapi berhasil dipulangkan ke Indonesia.
Menurut pengamat UI itu tindakan tersebut bukti pemerintah Indonesia punya akses ke jejaring militer di kawasan Asia Tenggara. Terlebih, Prabowo pernah memiliki hubungan dengan militer Kamboja.
Saat masih aktif di militer, Prabowo sempat terjun langsung melatih anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Kamboja yang sedang mengikuti pendidikan militer di Indonesia.
Bersambung ke halaman berikutnya...