Jakarta, CNN Indonesia --
Toyota menilai kondisi perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah sedang mengalami masa sulit, tapi kebijakan insentif pemerintah dalam beberapa waktu terakhir diarahkan untuk dinikmati warga kalangan atas untuk membeli mobil.
Bob Azam Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyampaikan ekonomi masyarakat yang sedang paceklik dapat tercermin dari data penjualan di mana mobil kelas entry level mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini sejalan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) yang menyebutkan model kelas termurah Low MPV maupun LCGC selalu absen sebagai mobil terlaris dalam beberapa bulan terakhir.
"Kan kelihatan di sini income-nya yang middle up ini stabil, yang turun kan yang model-model middle low segment," kata Bob di BSD Tangerang, Rabu (15/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah ini juga, otomotif kan refleksi ekonomi kita gitu. Jadi kalau pasar-pasar mobil mewah (sekarang), umumnya stabil gitu. Yang kasian kan yang middle low segment," sambung dia.
Ia mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak mendukung masyarakat menengah bawah memiliki kendaraan.
Salah satu dari kebijakan ini adalah insentif mobil listrik impor. Program yang diset untuk tes pasar ini menawarkan insentif berupa bea masuk (BM) nol persen dari seharusnya 50 persen dan PPnBM nol persen dari seharusnya 15 persen.
Total pajak yang disetor peserta program ke pemerintah pusat untuk mobil listrik impor hanya 12 persen dari seharusnya 77 persen.
Sejauh ini ada enam produsen otomotif yang memanfaatkan program tersebut, yaitu BYD Auto Indonesia (BYD), Vinfast Automobile Indonesia (Vinfast), Geely Motor Indonesia (Geely), Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus dan VW) serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).
Insentif ini telah berlaku kurang lebih dua tahun sejak Februari 2024 dan akan berakhir 31 Desember 2025.
Namun disayangkan mobil listrik di Indonesia rata-rata pembelinya kebanyakan berasal dari kaum ekonomi menengah atas dengan tujuan coba-coba atau sekadar menambah koleksi kendaraan sehingga mereka dapat meningkatkan kelas sosial.
Sementara itu pembeli mobil kelas entry level tak mendapat benefit dari bantuan tersebut. Mobil incaran mereka untuk segala kebutuhan termasuk mencari nafkah tetap dibebankan pajak secara penuh oleh pemerintah.
"Yang model-model LCGC kan kadang-kadang dipakai untuk cari duit dong (taksi online). Tapi harus bayar PPN, harus bayar lain macam-macam. Sedangkan yang model-model yang import, ya EV mereka bisa menikmati," kata Bob.
Menurut Bob hal tersebut terkesan tidak adil, sebab kebijakan pemerintah hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat.
"Ini kan ya kita lihat nggak fair gitu loh. Ini bisa dipertimbangkan lagi oleh pemerintah, khususnya mobil-mobil yang memang dipakai oleh rakyat bawah gitu loh, yang dipakai untuk cari uang," katanya.
"Bukan untuk kemewahan. Tapi kan sekarang yang dapet banyak subsidi kan mobil mewah import gitu. Nah ini kami berharap ini bisa diperbaiki ke depan," ucap Bob lagi.
(ryh/fea)