Jakarta, CNN Indonesia --
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai kilat di DPR.
Salah satu yang jadi sorotan adalah pembahasan daftar inventarisir masalah (DIM) sebanyak 1.676 yang telah rampung dibahas di DPR dalam tempo waktu dua hari, 9 dan 10 Juli 2025. Dari jumlah itu, sebanyak 1.091 DIM bersifat tetap dan 295 DIM redaksional.
Pada hal isi RKUHAP tersebut, Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan pihaknya menyoroti beberapa di antaranya bakal aturan yang mengatur soal penangkapan, penyitaan, penggeledahan, penyadapan hingga pemblokiran internet.
Menurutnya itu semua dibahas tanpa melibatkan partisipasi publik.
"Mereka membahas dalam waktu yang sangat kilat. Kemarin baru penyerahan DIM dari pemerintah ke DPR. Hari ini sudah langsung diketuk dan masuk pada tahapan tim perumusan dan tim sinkronisasi," kata Isnur dalam video yang diunggah di akun X, Kamis (10/7) malam. CNNIndonesia.com telah diizinkan mengutip pernyataan itu.
"Artinya apa? Artinya, DPR tidak membuka ruang pembahasan yang melibatkan publik di dalam pembahasannya," imbuh dia.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak masyarakat untuk memantau dan mengikuti perkembangan pembahasan RKUHAP.
Menurutnya, ketentuan yang ada dalam RKUHAP berbahaya untuk demokrasi dan hak asasi manusia.
"Tolong pantau Komisi III [DPR] itu. Tolong pantau pemerintah itu, dan isi draf yang ada sekarang sangat berbahaya karena menambah kewenangan, menambah kira-kira upaya paksa dari para penyidik dan lain-lainnya. Ini berbahaya buat kita semua, berbahaya buat demokrasi, berbahaya buat hak asasi manusia jika tanpa pengawasan yang kuat," kata Isnur.
Ketua Komisi III DPR yang juga Ketua Panja RKUHAP, Habiburokhman, menyentil balik pihak yang melontarkan kritik terhadap proses pembahasan RUU tersebut.
Habib mempersilakan masyarakat menilai langsung proses pembahasan RKUHAP. Dia menyebut sejak awal pembahasan RUU tersebut telah banyak melibatkan partisipasi publik.
"Jadi ini silakan masyarakat yang menilai, kita yang omong kosong atau mereka yang omong kosong," kata Habib dalam jumpa pers usai pembahasan daftar inventarisir masalah (DIM) RKUHAP di Komisi III DPR, Kamis (10/7).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengaku pihaknya bahkan telah mengundang pihak yang melayangkan kritik terhadap pembahasan RKUHAP sejak proses rapat dengar pendapat umum (RDPU).
Ia pun menyebut sejumlah pasal dalam revisi merupakan usulan masyarakat.
Dalam rapat kesepakatan pembahasan DIM itu, Habib mengatakan dari total 1.676 DIM, ada 68 DIM yang diubah, 91 DIM dihapus, dan 131 DIM dengan substansi baru.
Usai rampung pembahasan DIM, pembahasan RKUHAP selanjutnya akan masuk pada tahap sinkronisasi.
Habib memperkirakan RKUHAP bisa disahkan pada tingkat satu atau pleno pada pekan depan sebelum kemudian dibawa ke Paripurna untuk menjadi undang-undang.
"Iya dong harus segera. Karena KUHAP yang lama ini sangat tidak adil ya, dan harus segera kita ganti dengan KUHAP yang baru," kata Habib.
Habib belum bisa memperkirakan kapan revisi tersebut bisa dibawa ke Paripurna. Meski dalam rapat, baik pemerintah maupun DPR telah menyepakati KUHAP baru bisa berlaku mulai 2 Januari 2026 bersama KUHP yang telah lebih dulu disahkan.
"[DIM] 1.672 bunyinya, undang-undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan. Pemerintah mengusulkan undang-undang ini mulai berlaku 2 Januari 2026, jadi sama dengan KUHP dan ada waktu sosialiasi untuk aparat penegak hukum," kata Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej yang mewakili pemerintah dalam rapat.
(yoa/kid)