5 Pertimbangan Pertamina Sebelum Eksekusi Perintah Impor Minyak AS

5 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Bos PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri memberikan 5 catatan sebelum mengeksekusi perintah Presiden Prabowo Subianto untuk menambah impor minyak dan gas bumi (migas) dari Amerika Serikat (AS).

Simon menegaskan Pertamina mendukung respons pemerintah imbas ketegangan geopolitik, menyusul kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump. Meski begitu, ia punya sejumlah pertimbangan sebelum mengeksekusi perintah Prabowo.

Pertama, Pertamina menyoroti jarak pengiriman migas dari AS. Simon menegaskan waktu yang dibutuhkan bakal lebih lama ketimbang impor dari Timur Tengah maupun negara Asia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Risiko utama adalah jarak dan waktu pengiriman dari AS yang jauh lebih panjang, yaitu sekitar 40 hari dibandingkan sumber pasokan dari Timur Tengah ataupun negara Asia," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (22/5).

Catatan atau pertimbangan kedua adalah ketersediaan suplai migas di tanah air. Ia menyinggung waktu pengiriman yang lama bahkan berpotensi diganggu cuaca, seperti badai sampai kabut.

Gangguan cuaca tersebut pada akhirnya dikhawatirkan berdampak langsung pada ketahanan stok migas nasional.

Ketiga, Simon menyoroti kesesuaian spesifikasi migas yang akan diimpor dari Negeri Paman Sam. Keempat, Pertamina mempertimbangkan dampak dari sisi komersial. Sedangkan catatan kelima adalah kesiapan infrastruktur di Indonesia.

"Karena itu, Pertamina saat ini sedang melakukan kajian komprehensif mencakup aspek teknis, komersial, dan risiko operasional untuk memastikan bahwa skenario peningkatan suplai dari AS dapat dilakukan secara efektif," tegasnya.

Direktur Utama Pertamina itu paham rencana ini merupakan bagian dari strategi diplomasi ekonomi untuk menyeimbangkan neraca dagang Indonesia-AS. Terlebih, ia mengklaim Pertamina sebenarnya selama ini rutin bekerja sama dengan mitra di AS.

Simon mencatat Indonesia selama ini membeli minyak mentah dari Amerika sebesar 4 persen dari total impor, lalu pembelian LPG yang mencapai 57 persen. Ia menyebut total pembelian komoditas migas dari AS itu menyentuh US$3 miliar per tahun.

"Perlu kami sampaikan dan garis bawahi bahwa pengalihan ini bersifat shifting sumber pasokan, bukan penambahan volume impor. Kami tetap berkomitmen menjaga efisiensi volume impor dan memastikan ketahanan energi nasional tetap menjadi prioritas utama," janji Simon.

"Pertamina juga telah melakukan koordinasi bersama tim perunding pemerintah yang dipimpin Kemenko Perekonomian. Saat ini, kami sedang menjajaki ketersediaan suplai dari AS yang sesuai dari sisi kualitas, volume, hingga aspek komersial yang tetap kompetitif," imbuhnya.

Di lain sisi, Pertamina menegaskan butuh dukungan konkret berupa kebijakan pemerintah agar bisa merealisasikan tugas ini.

"Dalam bentuk payung hukum, baik melalui peraturan presiden (perpres) maupun peraturan menteri (permen) sebagai dasar pelaksanaan kerja sama suplai energi bagi Pertamina," tuturnya.

[Gambas:Video CNN]

"Komitmen kerja sama secara government to government (G2G) antara Pemerintah Indonesia dan AS akan memberikan kepastian politik dan regulasi. Selanjutnya, dapat diturunkan dalam bentuk business to business (B2B) di level teknis dan operasional antar-perusahaan," tandas Simon.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim tambahan impor energi dari AS tak akan membebani APBN. Ia merinci nilai penambahannya mencapai US$10 miliar dari sektor crude oil, LPG, serta BBM.

Dengan asumsi kurs Rp16.862 per dolar AS, pemerintah berarti akan mengalihkan impor minyak mentah hingga LPG sekitar Rp168,6 triliun.

Upaya ini diklaim sebagai bagian dari kesepakatan menekan tarif resiprokal 32 persen yang diterima Indonesia. Meski sudah ada negosiasi awal yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, belum ada deal resmi antara AS-Indonesia soal nasib tarif tersebut.

(skt/agt)

Read Entire Article
Entertainment |