CNN Indonesia
Senin, 04 Agu 2025 08:22 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Aktivitas pabrik di China merosot pada Juli 2025. Penurunan terjadi karena pelemahan pertumbuhan bisnis baru yang membuat produsen mengurangi produksi.
Dilansir Reuters, S&P Global PMI Manufaktur Umum Tiongkok tercatat turun dari 50,4 menjadi 49,5 pada Juli lalu.
Angka tersebut lebih rendah dari ekspektasi analis sebesar 50,4 dalam jajak pendapat Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai catatan, angka 50 memisahkan pertumbuhan dari kontraksi. Artinya, aktivitas pabrik di Negeri Tirai Bambu mengalami kontraksi pada bulan lalu.
Hasil survei tersebut, dikombinasikan dengan survei resmi Kamis kemarin, menjadi pertanda buruk bagi momentum pertumbuhan di awal kuartal ketiga.
Di tengah gencatan senjata perdagangan dengan Washington, sejumlah ekonom mengatakan dukungan untuk peningkatan ekspor menjelang tarif AS yang lebih tinggi terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut dapat memudar selama sisa tahun ini.
Menurut survei S&P Global, pesanan ekspor baru mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut dan pada laju yang lebih cepat daripada Juni.
Setelah meningkat pada Juni, output manufaktur menurun pada Juli. Perusahaan berupaya memanfaatkan stok yang tersedia untuk memenuhi pesanan, yang berkontribusi pada penurunan bulanan kedua berturut-turut dalam persediaan pascaproduksi.
Penurunan produksi bersamaan dengan backlog yang stabil mendorong pemilik pabrik untuk mengurangi jumlah karyawan mereka pada bulan lalu. Perusahaan juga mengatakan kekhawatiran terhadap beban usaha mendasari keputusan untuk mengurangi staf.
Namun, sentimen bisnis membaik pada awal paruh kedua tahun 2025 meski masih di bawah rata-rata. Produsen mengharapkan kondisi ekonomi yang lebih baik dan upaya promosi untuk memacu penjualan di tahun mendatang.
Ketika Beijing mulai mengatasi "perang harga" di antara produsen, harga input rata-rata meningkat untuk pertama kalinya dalam lima bulan.
Namun, perusahaan tetap menurunkan harga jual mereka lagi karena persaingan untuk bisnis baru semakin ketat.
Kendati demikian, biaya ekspor meningkat pada laju tercepat dalam setahun karena kenaikan biaya pengiriman dan logistik.
Lebih lanjut, pasar memperkirakan Beijing akan memulai putaran baru pemotongan kapasitas pabrik dalam kampanye yang telah lama ditunggu tetapi menantang demi melawan deflasi.
(sfr/pta)