Harga Minyak Naik di Tengah Meredanya Ketegangan Dagang AS-China

5 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Harga minyak mentah dunia menguat tipis pada perdagangan Selasa (14/10), setelah muncul tanda-tanda mencairnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Perkembangan hubungan dagang dua raksasa ekonomi ini meningkatkan optimisme pasar, sekaligus meredakan kekhawatiran terhadap turunnya permintaan bahan bakar global.

Mengutip Reuters, kontrak berjangka Brent naik 18 sen atau 0,28 persen menjadi US$63,50 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 16 sen atau 0,27 persen ke level US$59,65 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam sesi sebelumnya, Brent ditutup menguat 0,9 persen, sementara WTI naik 1 persen. Kenaikan ini memperpanjang tren positif setelah harga minyak sempat tertekan ke level terendah sejak Mei lalu.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan pada Senin (13/10) bahwa Presiden Donald Trump tetap berkomitmen untuk bertemu Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan akhir bulan ini. Pertemuan itu diharapkan dapat menurunkan tensi perdagangan kedua negara yang selama ini dipicu oleh ancaman tarif dan kontrol ekspor.

Bessent menambahkan, komunikasi intensif antara Washington dan Beijing berlangsung sepanjang akhir pekan, dan sejumlah pertemuan lanjutan telah dijadwalkan. Sentimen positif tersebut mendorong harga minyak dunia naik tipis pada awal perdagangan Selasa.

Harapan terhadap membaiknya hubungan dagang dua ekonomi terbesar dunia itu turut meningkatkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi. Namun, analis memperingatkan sentimen pasar masih rapuh di tengah potensi risiko geopolitik yang tinggi.

Ketegangan sebelumnya meningkat setelah Beijing memperluas kontrol ekspor terhadap logam tanah jarang. Merespons, Trump mengancam menerapkan tarif tambahan 100 persen serta pembatasan ekspor perangkat lunak mulai 1 November mendatang.

Trump bahkan sempat menyebut di media sosial Truth Social bahwa pertemuannya dengan Xi Jinping di sela KTT APEC pada 30 Oktober-1 November, mungkin dibatalkan. Namun, pernyataan terbaru dari Gedung Putih menunjukkan sikap yang lebih moderat.

Analis ANZ, Daniel Hynes, mengatakan industri minyak masih harus menghadapi berbagai risiko geopolitik. Ia menyoroti langkah China yang memberlakukan tarif pada kapal-kapal milik AS, termasuk kapal pengangkut minyak, yang memicu pembatalan pengiriman mendadak serta lonjakan tarif pengapalan.

"Situasi ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap dinamika hubungan politik antara dua negara besar tersebut," ujar Hynes dalam catatan risetnya.

Sementara itu, faktor geopolitik di Timur Tengah juga memengaruhi arah harga minyak. Kemarin, Trump mengumumkan berakhirnya perang Gaza yang telah berlangsung dua tahun dan mengguncang stabilitas kawasan.

Di sisi lain, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia dalam laporan bulanan terbarunya memperkirakan defisit pasokan minyak global akan menyempit pada 2026.

Hal itu seiring dengan rencana kelompok OPEC+ untuk meningkatkan produksi secara bertahap, yang diperkirakan dapat menyeimbangkan pasar dalam jangka menengah.

[Gambas:Video CNN]

(ldy/pta)

Read Entire Article
Entertainment |