CNN Indonesia
Minggu, 13 Apr 2025 16:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku tengah mengusut dugaan aliran dana suap ke majelis hakim pemberi vonis lepas perkara korupsi persetujuan ekspor (PE) minyak mentah kelapa sawit (CPO) periode 2021-2022.
"Ini kita dalami, sedang kita telusuri," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar dalam konferensi pers, Sabtu (12/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut penyidik tengah memeriksa dua anggota Majelis Hakim di kasus tersebut, pada Minggu (13/4) hari ini.
"Yang sedang diperiksa: (Hakim) Agam Syarif Baharuddin. Kedua (hakim) Ali Muhtarom," ujarnya kepada wartawan lewat pesan singkat.
Harli menjelaskan saat ini penyidik masih menunggu kehadiran Ketua Majelis Hakim dalam perkara itu yakni Djuyamto untuk diperiksa dalam kasus tersebut.
"Katanya tadi subuh sekira pukul 02.00 datang ke kantor tapi tidak terinfo ke penyidik, hari ini yang bersangkutan sedang ditunggu, mudah-mudahan datang," tuturnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Keempat orang tersangka itu Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara dan panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menyebut pihaknya mendapati bukti adanya pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara tiga tersangka korporasi yakni PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group.
Ia mengatakan uang itu diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melalui Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Muda pads PN Jakarta Pusat.
"Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar Majelis Hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan onslagt," jelasnya.
Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
"Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana," tuturnya.
(tfq/dmi)