Jakarta, CNN Indonesia --
Laporan Penilaian Keamanan Air Global terbaru yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan secara gamblang dan serius tentang krisis air yang semakin parah di Pakistan.
Dengan mengklasifikasikan Pakistan sebagai negara "sangat tidak aman air," laporan PBB tersebut telah mendorong krisis Pakistan yang telah lama terjadi menjadi sorotan global, memperkuat apa yang telah diperingatkan para ahli dan pemerhati lingkungan selama bertahun-tahun: Pakistan semakin dekat dengan bencana air.
Klasifikasi dari PBB untuk Pakistan ini bukan sekadar label statistik, ini adalah tanda bahaya yang mengerikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjadi "sangat tidak aman air" menunjukkan bahwa ketersediaan, aksesibilitas, dan kualitas air di Pakistan tidak hanya terganggu, tetapi juga gagal pada tingkat yang mengancam kesehatan, mata pencaharian, dan stabilitas nasional.
Bagi negara dengan lebih dari 240 juta orang itu, hal ini memberikan tekanan yang tidak berkelanjutan pada pertanian, industri, kehidupan perkotaan, dan masyarakat pedesaan.
Realitas pahit di balik angka
Kelangkaan air di Pakistan bukanlah ancaman yang masih jauh, tapi adalah realitas yang dialami jutaan orang.
Menurut penilaian PBB, ketersediaan air per kapita di Pakistan telah anjlok ke tingkat yang jauh di bawah ambang batas kelangkaan air yang ditetapkan secara internasional.
Hal ini disebabkan kombinasi berbagai faktor, termasuk pertumbuhan populasi, salah urus sumber daya, praktik pertanian yang tidak efisien, infrastruktur air yang buruk, dan dampak perubahan iklim yang mengancam.
Sistem Sungai Indus, sumber air utama Pakistan, berada di bawah tekanan yang sangat besar.
Bersama dengan India di bawah Perjanjian Perairan Indus, sungai dan anak-anak sungainya merupakan jalur kehidupan bagi ekonomi agraris Pakistan.
Namun tata kelola air yang buruk, penarikan berlebihan, sedimentasi bendungan, dan ketergantungan berlebihan pada air permukaan telah mengubah sistem yang dulunya perkasa menjadi jaringan rapuh.
Sementara itu, air tanah-sumber daya cadangan-sedang terkuras pada tingkat yang mengkhawatirkan karena ekstraksi yang tidak diatur di Pakistan.
Variabilitas iklim hanya memperparah masalah ini.
Pencairan gletser di utara, pergeseran pola musim hujan, dan kekeringan yang semakin sering terjadi telah menciptakan sistem pasokan air yang tidak stabil.
Pusat-pusat perkotaan seperti Karachi dan Lahore secara rutin menghadapi kekurangan air, sementara daerah pedesaan menderita siklus irigasi tak menentu, yang membahayakan hasil panen serta ketahanan pangan.
Krisis yang berakar pada tata kelola
Mungkin yang lebih meresahkan daripada kendala lingkungan adalah salah urus sumber daya air yang kronis.
Selama beberapa dekade, Pakistan telah berjuang menerapkan kebijakan air yang efektif atau membangun infrastruktur yang kuat untuk memenuhi kebutuhannya.
Pemerintah berturut-turut telah gagal memprioritaskan perencanaan jangka panjang, sering kali menyerah pada tindakan ad hoc dan perbaikan jangka pendek yang didorong secara politis.
Kapasitas penyimpanan air negara itu sangat rendah-diperkirakan sekitar 30 hari penyimpanan, jauh di bawah kapasitas 1.000 hari yang direkomendasikan untuk negara-negara yang kekurangan air. Sistem kanal yang menua dan tidak efisien membocorkan sebagian besar air yang dimaksudkan untuk irigasi, dan hanya ada sedikit pengawasan atau reformasi terhadap harga dan penggunaan air.
Selain itu, tidak adanya otoritas pengelolaan air terpusat telah menciptakan tumpang tindih yurisdiksi dan fragmentasi kebijakan di antara entitas federal dan provinsi.
Korupsi dan inefisiensi semakin mengikis kepercayaan dan efektivitas. Dana yang dialokasikan untuk proyek pengembangan air sering kali disalahgunakan atau ditunda.
Undang-undang lingkungan ditegakkan dengan lemah, dan kesadaran publik tentang konservasi air masih minim. Semua faktor ini telah menciptakan kekosongan kebijakan di mana krisis terus memburuk.
Lanjut ke sebelah...