Maskapai Tuduh Aturan Sri Mulyani Biang Kerok Mahal Tiket Pesawat

6 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Maskapai di Indonesia kompak menuduh aturan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perdagangan Budi Santoso menjadi biang kerok tiket pesawat masih mahal.

Tuduhan mereka keluarkan di DPR saat, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus meminta Dirjen Perhubungan Udara Lukman F. Laisa mengizinkan perwakilan maskapai menjelaskan biang kerok tiket mahal.

Lukman menyebut maskapai sepakat menunjuk Presiden Direktur Lion Air Group Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi sebagai juru bicara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daniel langsung menyoroti komponen biaya tiket pesawat yang dipaparkan Kementerian Perhubungan, di mana sumbangsih ongkos maintenance pada 2019 hanya 7,30 persen. Akan tetapi, biaya perawatan pesawat bengkak sampai 20,14 persen di 2025.

"Ini concern kita adalah kembali lagi kaitannya (peraturan) kementerian/lembaga, khususnya terkait dengan pengadaan impor barang sparepart. Bandingkan dengan Malaysia-Singapura, impor atau bea masuk kita masih sekitar 37,9 persen, di Malaysia itu 14 persen, Singapura 0 (persen)," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (22/5).

Sedangkan pesawat Indonesia umurnya semakin tua dan sudah masuk kalender perawatan. Daniel menegaskan maskapai memilih opsi maintenance karena membeli pesawat baru ongkosnya jauh lebih mahal.

Aktivitas perawatan pesawat disebut dengan maintenance, repair, and overhaul (MRO). Setiap maskapai punya fasilitas atau bengkel MRO, misalnya Batam Aero Technic (BAT) milik Lion Air Group.

Akan tetapi, bengkel pesawat atau MRO justru tak diberi pembebasan bea impor oleh Kementerian Keuangan. Daniel menyebut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 yang efektif berlaku 1 Januari 2025 cuma merelaksasi impor langsung dari maskapai.

"Kami coba diskusi dengan Kementerian Keuangan membahas PMK 81/2024, dengan Kementerian Perdagangan (membahas) Permendag 3/2024 untuk membantu supaya paling tidak MRO itu diberikan kesempatan untuk boleh mengimpor (sparepart pesawat tanpa bea masuk), sama seperti airlines," pinta Daniel.

"Bagaimana sebetulnya menekan (tarif pesawat), komponen tadi (biaya maintenance) yang sebetulnya bisa ditekan, khususnya (impor) sparepart. Pesawat-pesawat kita di Indonesia semakin lama semakin tua," sambungnya.

Lion Air Group turut mencontohkan pungutan bea masuk untuk mesin pesawat ATR atau baling-baling sebesar 3 persen, lalu masih harus ditambah PPN 12 persen serta PPh 2,5 persen.

Mereka tercatat punya 76 pesawat ATR di bawah operasional Wings Air. Kendati, perawatannya tetap dilakukan di bengkel luar negeri karena belum ada MRO di Indonesia yang bisa merawat mesin pesawat jet maupun ATR.

"Kita harus tetap kirim ke luar. Begitu barang ini masuk ke Indonesia, terkenalah aturan-aturan PMK dan permendag tadi (bea masuk dan lartas)," keluhnya.

"Kalau dirata-ratakan 0 persen-30 persen, bea masuk itu 17,2 persen. Ditambah PPN 12 persen, PPh 2,5 persen, maka biaya impor kita hampir 32 persen. Ini juga menggunakan mata uang asing. Inilah yang menjadi concern kita kenapa akhirnya di 2025 cost maintenance menjadi tinggi," ungkap Daniel.

Ia juga mencatat ada 433 HS Code berisi 4.417 sparepart yang dikenakan larangan dan pembatasan (lartas). Kombinasi lartas dan bea masuk yang tinggi akhirnya membuat harga tiket di Indonesia tetap mahal.

Di tengah desakan menurunkan tarif tiket pesawat, Kementerian Perhubungan berencana menaikkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. Namun, belum ada kejelasan soal nasib tarif batas bawah (TBB).

"TBA yang naik, sedang dibahas. Kita berharap cepat, ini lagi intens. Masukan dari beberapa airlines kan (dibutuhkan), ini baru dari Garuda kita dengarkan, kemudian dari Lion Group juga sudah masuk. Kita harus dengarkan semuanya," jelas Dirjen Hubud Kemenhub Lukman F. Laisa selepas RDP.

"Mudah-mudahan ini juga bisa segera kita putuskan soal TBB itu," sambungnya.

[Gambas:Video CNN]

(skt/agt)

Read Entire Article
Entertainment |