Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri kesal dengan ulah para pendengung alias buzzer di media sosial karena menyebarkan tuduhan dirinya menjual Pulau Sipadan-Ligitan.
Megawati menegaskan kabar tersebut tidak lah benar. Pernyataan itu Megawati sampaikan dalam sambutannya di acara Workshop 'Pengelolaan Biodiversitas dan Penguatan HKI untuk Masa Depan Berkelanjutan: Sinergi UGM-BRIN' di Balai Senat UGM, Sleman, DIY, Rabu (1/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Megawati sendiri hadir pada acara itu selaku Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"Saya paling nggak suka lho sama buzzer. Iya. Saya udah ngomong, itu kan itu kan mestinya kalau benar dan berkeadilan dari segi omongan dengan kebenaran, kok saya terus katanya ibu Mega sampai jual pulau namanya Sipadan dan Ligitan. Pengecut kamu ya. Tak suruh cari orangnya. Buat apa aku jual," kata Megawati di UGM, Sleman, DIY, Rabu (1/10).
Dirinya pun mengapresiasi sosok yang membelanya dengan bermodal data mengenai lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan ini. Megawati tetapi lupa nama sosok tersebut.
"Ada namanya bagus deh namanya lucu deh. Perempuan nanti cari. Dia bela saya dengan data," katanya.
Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan dua pulau tak berpenghuni yang pernah menjadi rebutan Indonesia dan Malaysia. Kedua pulau ini lepas dari genggaman RI di era Megawati menjadi presiden.
Pulau di Selat Makassar, Sipadan, lepas dari Indonesia ke tangan Malaysia melalui keputusan Mahkamah Internasional pada 2002 lalu.
Sengketa itu sebetulnya terjadi sejak 1969. Lalu konflik itu semakin tegang saat Malaysia membangun fasilitas pariwisata di pulau tersebut pada 1991.
Mahkamah Internasional kemudian memutuskan Sipadan jatuh ke tangan Malaysia karena negara itu dianggap lebih banyak berkontribusi ke pulau tersebut.
Selain Sipadan, Pulau Ligitan juga lepas dari RI jadi milik Malaysia di tahun yang sama.
Pulau ini memiliki luas sekitar 7,9 hektare dan terletak di ujung timur Pulau Kalimantan. Sebetulnya, dua pulau itu sudah lepas dari Indonesia sejak 1969.
Untuk menentukan batas negara, Indonesia dan Malaysia sama-sama mengacu peta perbatasan yang sudah disepakati sejak zaman penjajahan Belanda-Inggris. Peta itu merupakan hasil Konvensi 1891, perjanjian 1915, dan perjanjian 1928.
Saat kedua negara saling klaim, ternyata ada bukti otentik bahwa Inggris, yang pernah menjajah Malaysia, melakukan pembangunan di Pulau Sipadan dan Ligitan.
(tgl/rds)