Mispa, Budaya Tampil 'Glamor' Para Hajah dari Tanah Bugis

4 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Setiap musim haji, Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, berubah menjadi panggung budaya nan mempesona.

Di antara pelukan haru keluarga dan kumandang selawat yang menggema, mata publik selalu tertuju pada sosok-sosok istimewa. Para hajah --sebutan haji untuk perempuan-- dari Bugis-Makassar yang baru saja pulang dari Tanah Suci berjalan anggun dengan pakaian berkilau, perhiasan emas, dan senyum penuh kemenangan.

Bagi yang belum mengenal tradisinya, penampilan glamor ini mungkin terkesan berlebihan, bak peragaan busana di tengah terminal kedatangan. Tapi, bagi masyarakat Bugis-Makassar, ini bukan sekadar gaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Itu adalah 'mispa', sebuah simbol syukur, pencapaian spiritual, dan warisan budaya yang tak lekang oleh zaman.

Mispa, busana kebesaran sang Hajah

Melansir laman resmi UIN Alauddin, mispa bukan sembarang kain penutup tubuh. Dalam tradisi Bugis, 'ma mispa' atau 'memakai mispa' adalah bentuk penghormatan terhadap perjalanan suci yang telah ditempuh.

Busana ini terdiri dari beberapa elemen penting, yakni kain penutup kepala berwarna cerah (mispa), jubah hitam di pundak (pakambang), hingga penutup kepala khas perempuan (cipo-cipo). Semuanya dirancang untuk membedakan sang haji dengan masyarakat biasa.

Warnanya juga tak main-main, merah menyala, hijau zamrud, kuning keemasan, dan dihiasi manik-manik serta payet yang menangkap cahaya di bawah matahari.

Perhiasan emas pun melengkapi tampilan, mulai dari gelang, anting, kalung, bros besar di turban, bahkan tak jarang dibubuhi kacamata hitam elegan yang mempertegas aura percaya diri.

Baju-baju ini konon telah dipersiapkan sebelum keberangkatan dan dikenakan saat pesawat siap mendarat.

"Mereka yang kembali dari Tanah Suci mengungkapkan kegembiraannya bertemu keluarga," ujar Syamsul Bahri Abd Hamid, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Sulawesi Selatan menukil detikSulsel.

Menurutnya, ekspresi semacam ini bukan hal baru, melainkan adat yang telah diwariskan dan terus dirawat oleh masyarakat lokal.

Jamaah haji kelompok terbang (kloter) terakhir debarkasi Makassar mengikuti prosesi kedatangan saat tiba di Asrama Haji Makassar, Sulwesi Selatan, Kamis (10/7/2025). Prosesi pemulangan jamaah haji debarkasi Makassar resmi ditutup setelah kloter terakhir tiba di Asrama Haji Makassar dengan total jamaah haji yang tiba di tanah air melalui debarkasi tersebut sebanyak 15.831 orang yang tergabung dalam 41 kloter, sementara lima orang lainnya masih menjalani perawatan di Arab Saudi karena sakit. ANTARA FOTO/Arnas Padda/rwa.Mispa, budaya tampil glamor para hajah sepulang dari Tanah Suci di tengah masyarakat Bugis. (ANTARA/ARNAS PADDA)

Para hajah ini memang tampil mencolok. Namun di balik segala kilau dan gemerlap, ada cerita pengorbanan.

Butuh perjuangan panjang untuk menunaikan ibadah haji, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Maka, ketika akhirnya mereka bisa menyandang gelar haji, tampil indah bukanlah pamer, tapi sebuah cara menghidupkan rasa syukur dengan bahasa budaya.

Dalam masyarakat Bugis-Makassar, menjadi haji adalah pencapaian tertinggi dalam tangga sosial. Gelar itu bukan hanya penghormatan spiritual, tetapi juga status kultural yang dimuliakan. Layaknya seorang akademisi yang dengan bangga menuliskan titel 'Prof.' atau 'Dr.' di depan namanya, para hajah mengenakan mispa dan perhiasan sebagai 'toga' budaya.

Busana adat bukan hanya pelengkap estetika. Ia adalah identitas, kebanggaan, dan penanda momen-momen penting dalam kehidupan, pernikahan, pesta adat, hingga kembalinya seorang haji dari Tanah Suci.

Dalam konteks ini, kilau pakaian bukanlah penanda kekayaan, tapi simbol keberhasilan spiritual yang terbungkus dalam wujud tradisi.

(tis/asr)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |