Perusahaan AI Digaet Mark Zuckerberg Diduga Tunda Gaji Karyawan

1 day ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Bos Meta Mark Zuckerberg menggaet Scale AI untuk dapat bersaing di perang teknologi AI. Namun, perusahaan tersebut belum lama diinvestigasi terkait isu kesejahteraan pekerja.

Scale AI adalah sebuah perusahaan pelabelan data dan layanan AI. Scale AI divaluasi bernilai hampir US$14 miliar dan juga menyediakan platform bagi para peneliti untuk bertukar informasi terkait AI, dengan kontributor di lebih dari 9.000 kota besar dan kecil.

Perusahaan yang dipimpin Alexandr Wang ini menghadapi pengawasan dan kontroversi yang signifikan di beberapa bidang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak Agustus 2024, Departemen Tenaga Kerja AS (DOL) menyelidiki perusahaan rintisan tersebut untuk kepatuhannya terhadap Undang-Undang Standar Tenaga Kerja yang Adil.

Dikutip dari Tech Crunch, Undang-undang federal ini mengatur upah yang tidak dibayar, kesalahan klasifikasi karyawan sebagai kontraktor, dan retaliasi ilegal terhadap pekerja.

Investigasi ini mencari tahu tentang kepatuhan Scale AI terhadap praktik upah yang adil dan kondisi kerja. Investigasi ini dimulai di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden.

Pada Mei lalu, DOL menghentikan investigasi terhadap perusahaan ini, seperti dikutip Reuters.

Pada 2023, isu terkait pekerja juga menerpa Scale AI. Kali ini, isu tersebut terkait pekerja mereka di luar negeri.

Scale AI disebut membayar pekerja dengan harga yang sangat rendah, secara rutin menunda atau menahan pembayaran, dan hanya menyediakan sedikit saluran bagi pekerja untuk meminta bantuan.

Washington Post mendapatkan hal-hal tersebut dari wawancara dengan pekerja, pesan internal perusahaan dan catatan pembayaran, serta laporan keuangan.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan peneliti tenaga kerja mengatakan bahwa Scale AI adalah salah satu dari sejumlah perusahaan AI di Amerika yang tidak mematuhi standar ketenagakerjaan dasar bagi para pekerjanya di luar negeri.

Dikutip dari Washington Post, dari 36 pekerja lepas saat ini dan mantan pekerja lepas yang diwawancarai, semua kecuali dua orang mengatakan bahwa mereka pernah mendapatkan pembayaran yang ditunda, dikurangi, atau dibatalkan setelah menyelesaikan tugas.

Para pekerja di yang dikenal sebagai "tasker", mengatakan bahwa mereka seringkali mendapatkan penghasilan jauh di bawah upah minimum, meskipun terkadang mereka mendapatkan penghasilan di atas upah minimum. Di Filipina, upah minimum berkisar antara US$6 hingga US$10 per hari, tergantung pada wilayahnya.

Isu lain terkait pekerja adalah masalah kesehatan mental mereka.

Scale AI bersama dengan platform tenaga kerja Outlier digugat pada Januari lalu karena diduga gagal melindungi kesehatan mental para kontraktor yang dipekerjakan untuk melindungi orang-orang dari interaksi berbahaya dengan model AI.

Gugatan yang diajukan di pengadilan distrik federal AS di California utara, menuduh Scale AI dan Smart Ecosystem, yang menjalankan bisnis sebagai Outlier, menyesatkan para pekerja yang dipekerjakan untuk melabeli data untuk pelatihan AI, serta lalai untuk melindungi mereka dari konten kekerasan dan berbahaya yang harus mereka hadapi sebagai bagian dari pekerjaan mereka.

Pelabelan data yang dimaksud mulai dari mengasosiasikan kata-kata dengan gambar, hingga mengidentifikasi permintaan input yang berbahaya.

Scale AI dan Outlier digugat pada Desember dan pada Januari tahun ini di Pengadilan Tinggi San Francisco berdasarkan dugaan pelanggaran ketenagakerjaan, khususnya upah yang kurang dibayar.

Dilansir The Register, gugatan terpisah yang diajukan di pengadilan federal pada Oktober, terhadap Scale AI, Outlier, dan platform tenaga kerja lainnya, HireArt, menuduh perusahaan-perusahaan tersebut melakukan PHK 500 orang pada Agustus, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum ketenagakerjaan California.

(lom/mik)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |