Jakarta, CNN Indonesia --
Polres Klungkung, Bali, digugat ke pengadilan terkait dugaan salah tangkap dan penyiksaan terhadap I Wayan Suparta (48).
Dalam sidang itu, kuasa hukum dari LBH Bali mengatakan I Wayan Suparta menjadi korban salah tangkap dan/atau manipulasi proses hukum, serta penyiksaan oleh petugas.
Sidang praperadilan gugatan itu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarapura, Selasa (29/7). Permohonan praperadilan itu diajukan melalui tim kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Rhadite Ignatius dan Dewa Putu Adnyana.
Gugatan terdaftar di PN Semarapura dengan nomor perkara 4/Pid.Pra/2025/PN Srp yang didaftarkan pada 14 Juli 2025. Dalam sidang oleh hakim tunggal Agewina itu, Polres Klungkung diwakili kuasa hukum dari Bidang Hukum Polres Klungkung.
Di depan hakim, Rhadite dan Adnyana membacakan keberatan atas tindakan penangkapan, penahanan, penggelapan, dan penyitaan pada 26-28 Mei 2024 yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh anggota Polres Klungkung.
"Pemohon ditangkap tanpa adanya surat penangkapan. Dilakukannya juga tidak sah karena pada tahap penyelidikan, padahal bukan tertangkap tangan. Berita acara pun tidak ditembuskan kepada pemohon maupun keluarganya," ujar Rhadite dalam sidang, seperti dikutip dari detikBali.
Dia juga menyebut tidak ada pemeriksaan sebelum dilakukan penangkapan oleh polisi.
Selain itu, polisi juga dituding tidak menunjukkan bukti permulaan dilakukan penangkapan, dan tidak menyertakan surat penggeledahan dan penyitaan. Kemudian, tidak ada saksi di luar kepolisian saat dilakukan upaya paksa penangkapan tersebut.
Rhadite juga mengungkapkan pemeriksaan terhadap Suparta disertai dengan kekerasan dan tanpa akses bantuan hukum.
Manipulasi
Dalam sidang itu, Rhadite mengatakan I Wayan Suparta menjadi korban salah tangkap dan manipulasi.
Menurut Rhadidet, kliennya dipaksa mengaku telah melarikan sebuah mobil Pajero. Padahal, menurut Rhadite, Suparta hanya menjadi perantara jual-beli antara Mang Togel dengan Dewa Krisna.
Selain itu, dalam proses penangkapan I Wayan Suparta dibawa ke sebuah rumah di Jalan Sandat, Denpasar. Di sana, katanya, I Wayan Suparta dipukuli berkali-kali dan diancam akan ditembak untuk menyatakan membantu Dewa Krisna membawa kabur mobil tersebut.
Akibat dugaan penyiksaan itu, Suparta mengalami luka dalam pada telinganya, memar pada wajah dan kepala. Selain itu, seluruh mobilnya disita secara paksa. Pada kesempatan itu, Rhadite membeberkan bahwa Propam Polda Bali juga telah menyatakan petugas Polres Klungkung sudah menyalahi kode etik kepolisian.
"Pak Suparta sempat dijebak juga untuk tanda tangan perjanjian damai. Kalau tidak tanda tangan, dia tidak bisa keluar. Propam Polda Bali juga sudah menyatakan Polres Klungkung sudah menyalahi kode etik. Setelah itu ada upaya manipulasi dengan memanggil Suparta karena memalsukan STNK, kepemilikan sepeda motor, dan seterusnya," urai Rhadite.
Selain itu, akibat proses hukum yang dijalani, I Wayan Suparta tercoreng nama baiknya dan kesulitan mencari nafkah hingga sekarang.
"Dengan ini, kepada hakim dimohonkan untuk menyatakan upaya paksa dan proses hukum yang dilakukan termohon kepada pemohon sebagai tidak sah dan bertentangan dengan hukum, termohon mengembalikan keenam mobil milik korban, permintaan maaf kepada pemohon lewat media hingga penggantian kerugian sebesar Rp805.410.000," kata Rhadite.
"Tidak punya penghasilan lagi sejak keenam mobil disita. Karena usaha kan jual-beli mobil, kadang-kadang disewakan juga. Sampai hari ini tidak punya pekerjaan sedangkan harus keluar uang untuk rumah tangga dan pengobatan fisik serta psikis," cerita Suparta di pengadilan.
Pernyataan Polres Klungkung
Kasat Reskrim Polres Klungkung, AKP Made Teddy Satria Permana merespons hal itu dengan menegaskan penyidik sudah bekerja sesuai prosedur. Namun, sambungnya, Polres Klungkung menghormati proses hukum di pengadilan.
"Penyidik kami sudah bersikap profesional dalam bertugas," kata Teddy.
Baca berita lengkapnya di sini.
(kid/wis)