Pramono Sebut DKI Dukung Purbaya soal Pembatasan 'Thrifting' Impor

3 hours ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendukung rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengenakan denda bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal (thrifting) dan melarang kegiatan bisnis tersebut.

"Hal yang berkaitan dengan larangan Kementerian Keuangan terhadap 'thrifting', kami memberikan dukungan, termasuk di pasar-pasar yang ada di Jakarta," kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo di Jakarta Selatan, Jumat (24/10).

Pramono tidak mau para pedagang hanya menjadi penjual (reseller) dari hasil 'thrifting' tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, Pramono juga sudah meminta ke dinas terkait lainnya untuk melakukan pelatihan kepada para pedagang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Dengan pelatihan tersebut, diharapkan para UMKM dapat lebih mandiri dan tidak bergantung kepada 'thrifting'.

Operasi pembersihan 'thrifting'

Sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah pusat, Pramono menyatakan, pihaknya siap membantu jika nantinya dilakukan operasi pembersihan terhadap 'thrifting' di Jakarta.

"Karena 'thrifting' inilah yang merugikan, salah satu yang dirugikan adalah grosir di Pasar Tanah Abang, Senen dan sebagainya. Sehingga dengan demikian Jakarta setuju dengan itu," kata Pramono.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memperingatkan akan menggalakkan lagi pelarangan praktik impor bal pakaian bekas dalam karung atau balpres.

Tak hanya dipidana, pelaku impor akan mendapat hukuman tambahan berupa denda.

Purbaya menilai negara akan rugi jika hanya memenjarakan pelaku dan memusnahkan barang bukti baju ilegal. Pasalnya, negara harus menggelontorkan uang yang tidak sedikit untuk menjalankan itu.

Tak hanya itu, Purbaya menyebut bahwa ke depannya pelaku impor balpres pakaian bekas akan dimasukkan daftar hitam (blacklist) pemerintah. Artinya yang bersangkutan tidak boleh lagi melakukan kegiatan impor barang dan nama-nama pemain impor pakaian bekas sudah dikantongi pemerintah.

Secara harafiah thrifting yang berasal dari kata bahasa Inggris 'Thrift' yang bermakna penghematan. Belakangan, istilah ini digunakan untuk kebiasaan berbelanja baju atau barang bekas. Di masa lampau--dan masih berlangsung pula saat ini--tempat jual beli barang bekas itu dikenal dengan istilah Pasar Loak.

Adapun merujuk pada fesyen, tren thrifting,  berawal dari kebutuhan dan berkembang menjadi gaya hidup sejak 1980-an. 

Fenomena ini kemudian populer di sejumlah kota besar misalnya Bandung dengan Cimol (kemudian pindah ke Tegalega, dan kini di Gedebage), atau Jakarta dengan Poncol di Senen dan Jembatan Item di Jatinegara.

Infografis Peta Lokasi Thrifting Jakarta

CNNIndonesia.com pernah menulis bila menilik sejarahnya di dunia, kultur thrifting sebenarnya sudah dimulai sejak lebih dari satu abad lalu. Mengutip Time, pada akhir abad ke-19, berbagai wilayah di Amerika Serikat (AS) tumbuh pesat pasar loak atau kultur thrifting.

Kala itu Revolusi industri memperkenalkan produksi massal pakaian yang dianggap banyak orang sebagai sekali pakai. Akibatnya, banyak barang yang dibuang.

Dalam periode itulah, gerakan barang-barang second-hand atau preloved pun bermunculan dalam upaya menemukan kegunaan baru sebuah barang.

Organisasi Salvation Army dan Goodwill kala itu berperan besar mengembangkan konsep thrifting. Mereka mengumpulkan baju-baju bekas untuk kemudian dijual untuk para imigran dengan harga yang jauh lebih murah.

Oleh karena itu, seniman daur ulang Intan Anggita Pratiwie mengatakan ada pergeseran makna dalam konsep thrifting.

Dalam perbincangan dengan CNNIndonesia.com pada 2022 silam, dia mengatakan thrifting dilihat sekadar sebagai aktivitas berburu barang bekas. Padahal, kata dia, sesungguhnya thrifting memiliki misi tertentu.

Thrifting, menurut Intan, sejatinya adalah gerakan mengumpulkan barang bekas yang kemudian dijual. Hasil penjualan digunakan untuk amal, donasi, atau kegiatan sosial lain.

"Misal, kamu bikin garage sale untuk ibu-ibu yang kena dampak pandemi, enggak kerja lagi, ibu tukang sayur, itu bisa masuk thrifting. Kalau beli dari Gedebage, itu cuma beli second-hand," ujar Intan.

Dan, budaya thrifting yang semula dianggap sebagai cara berhemat bergeser jadi sesuatu yang keren bahkan jadi ladang 'cuan' yang diperebutkan lewat bal-bal busana bekas impor dari negara lain.

(antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |