Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Kolombia Gustavo Petro menuduh Amerika Serikat dan aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membunuh demokrasi dan menyebar tirani di tingkat global.
Petro menyampaikan pernyataan itu saat pidato dalam sesi debat umum di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (23/9). Dia mengatakan perlu aksi nyata untuk memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petro juga menekankan Jalur Gaza perlu pasukan penjaga perdamaian, tetapi bukan dari negara-negara-negara yang menolak genosida Israel, terutama Amerika Serikat dan sekutunya.
"Mereka tak hanya akan mengebom Gaza, tidak hanya mengebom Karibia, seperti yang sudah mereka lakukan, tapi juga seluruh umat manusia yang menyerukan kebebasan. Karena dari Washington dan NATO mereka membunuh demokrasi dan menghidupkan kembali tirani dan totalitarianisme di tingkat global," ujar Petro.
Amerika Serikat, lanjut dia, tak lagi mengajarkan demokrasi; sebaliknya, mereka membunuh para migran karena keserakahan. "Amerika Serikat mengajarkan tirani," ucap Petro.
Dia lantas mengundang negara-negara di Asia dan Amerika Latin yang mengecam tindakan Israel untuk menjadi pasukan penjaga perdamaian.
Lebih lanjut, Petro menjelaskan pasukan perdamaian perlu personel yang terlatih dan dari negara kuat. Presiden Kolombia ini juga meminta PBB segera menghentikan genosida di Gaza.
Umat manusia, kata dia, tak boleh membiarkan genosida terjadi lagi. Dunia juga tak boleh membiarkan para pelaku genosida seperti Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu serta sekutunya di Amerika Serikat dan Eropa bebas.
"Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menegakkan pengadilan internasional, hukum internasional, yang merupakan fondasi peradaban dan kebijaksanaan umat manusia. kemanusiaan yang terkondensasi dalam sejarah dan harus menegakkan hukuman keadilannya," ungkap Petro.
Pada 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) meminta Israel menghentikan pendudukan di Palestina.
ICJ menganggap pendudukan Israel di Palestina ilegal. Mereka juga meminta pasukan zionis segera angkat kaki dari wilayah yang diduduki karena keberadaan mereka melanggar hukum.
Tak cuma itu, mereka meminta pemerintahan Negeri Zionis menghentikan seluruh aktivitas permukiman baru.
Kemudian pada November 2024, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) merilis surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Menteri Pertahanan saat itu Yoav Gallant. Mereka dianggap melakukan kejahatan kemanusiaan serta kejahatan perang sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024.
Israel melancarkan agresi ke Palestina pada Oktober 2023. Sejak saat itu, mereka tak henti menggempur warga dan objek sipil.
Imbas agresi brutal tersebut, lebih dari 65.000 warga di Palestina tewas, ratusan ribu rumah dan fasilitas sipil hancur, hingga jutaan orang terpaksa menjadi pengungsi.
(isa/rds)