Respons Gubernur Bali soal Ratusan Siswa SMP di Buleleng Tak Bisa Baca

1 day ago 7

Bali, CNN Indonesia --

Gubenur Bali I Wayan Koster menanggapi soal ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, Bali, tidak bisa membaca dengan lancar. Padahal, kemampuan membaca seharusnya sudah tuntas sejak siswa duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Gubernur Koster mengatakan permasalahan tersebut sudah ditangani oleh Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra.

"Sudah ditangani oleh Bapak Bupati," kata Koster usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPRD Bali, di Denpasar, Selasa (15/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara, di tempat yang sama Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya atau dikenal Dewa Jack mengaku belum mengetahui soal adanya ratusan siswa SMP di Buleleng belum lancar membaca. Ia mengatakan akan segera berkoordinasi dengan Bupati Buleleng, Bali.

"Belum (mengetahui soal itu). Kami baru mendengar hari ini. Mohon maaf saya akan koordinasikan dengan Bupati Buleleng secepatnya nanti. Dan nanti bisa dipertanyakan lagi di lain kesempatan dan saya sudah punya jawaban," katanya.

Selain itu, ia juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan di Bali. Ia berharap kasus ratusan siswa SMP tak lancar membaca itu hanya terjadi di daerah Buleleng saja, tidak di daerah lainnya di Bali.

"Iya tentu dalam konteks ini kan Dinas Pendidikan. Saya koordinasikan lebih lanjut, saya minta informasi ke Pak Bupati dulu," ujarnya.

"Mudah-mudahan hanya di Buleleng saja," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana mengungkapkan fenomena itu menunjukkan rendahnya literasi siswa. Ia menyarankan agar Disdikpora melakukan pemetaan untuk memastikan kebutuhan masing-masing siswa.

"Apakah berkebutuhan khusus atau bagaimana. Selain itu, pola mengajar guru juga harus dicermati, apakah sistem administrasi menyebabkan guru sibuk dan abai dalam melakukan pengajaran," ujar Sedana, Senin (14/4).

Sementara itu, Plt Kepala Disdikpora Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan jumlah siswa SMP di daerah itu mencapai 34.062 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori tidak lancar membaca (TLM).

Ariadi membeberkan beberapa penyebab siswa tidak lancar membaca. Antara lain kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.

Adapun faktor eksternal lainnya yakni efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ), kesenjangan literasi dari jenjang SD, pemahaman keliru tentang kurikulum, kekhawatiran tenaga pendidik terhadap ancaman hukum dan stigma sosial, hingga faktor keluarga yang menyebabkan psikologis siswa terganggu.

"Misalnya siswa memiliki trauma di masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan," kata Ariadi.

Pengunjung membaca buku di Kedai Kampoeng Gallery, Jakarta, Senin (6/5/2024). Pelaku usaha mengkonsep kedai miliknya sebagai ruang baca serta menyediakan literasi baca gratis guna mendukung program pemerintah dalam meningkatkan minat baca masyarakat. ANTARA FOTO/Bayu Pratama SIlustrasi. Membaca di perpustakaan. Ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, Bali, tidak bisa membaca dengan lancar. (ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S)

(kdf/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |