Jakarta, CNN Indonesia --
Amerika Serikat dan China mencapai kesepakatan untuk memangkas tarif perdagangan secara sementara. Kesepakatan ini memberi angin segar di tengah ketegangan perang dagang yang selama ini mengguncang pasar global dan memicu kekhawatiran akan resesi.
Dalam pengumuman bersama pada Senin (waktu setempat), Washington menyatakan akan menurunkan tarif tambahan terhadap impor asal China dari 145 persen menjadi 30 persen. Sebagai balasan, Beijing juga memangkas tarif atas barang-barang asal AS dari 125 persen menjadi 10 persen. Kebijakan ini berlaku selama 90 hari.
Pasar langsung bereaksi positif. Nilai tukar dolar AS menguat dan bursa saham di berbagai negara langsung menghijau. Kabar ini menenangkan pelaku pasar setelah gejolak bulan lalu akibat kebijakan Presiden Donald Trump yang tiba-tiba menaikkan tarif demi menekan defisit perdagangan AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dua negara berhasil mewakili kepentingan nasional masing-masing dengan sangat baik," kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent usai pertemuan dengan delegasi China di Jenewa, Swiss mengutip Reuters, Senin (12/5).
"Kita sama-sama ingin perdagangan yang seimbang. AS akan terus bergerak menuju arah itu," imbuhnya.
Pernyataan itu disampaikan bersama Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, yang menyebut bahwa kedua pihak kini sepakat untuk tidak melakukan pemisahan ekonomi total atau decoupling.
"Tarif yang sangat tinggi itu, pada dasarnya menyerupai embargo. Tidak ada yang menginginkan itu. Kita menginginkan perdagangan," ujarnya.
Selama ini, perang dagang kedua negara telah membuat sekitar US$600 miliar, setara Rp9.600 triliun (dengan kurs Rp16.000 per dolar) nilai perdagangan terhenti. Rantai pasok global terganggu, PHK terjadi di sejumlah sektor, dan kekhawatiran stagflasi sempat mencuat.
Pertemuan di Jenewa menjadi dialog langsung pertama antara pejabat ekonomi senior kedua negara sejak Trump kembali menjabat awal tahun ini dan menggencarkan kebijakan tarif, terutama terhadap China.
Meski kesepakatan ini tidak mencakup tarif untuk sektor tertentu, Bessent menegaskan AS tetap melakukan penyesuaian strategis di sektor-sektor penting seperti obat-obatan, semikonduktor, dan baja yang dinilai rawan secara rantai pasok.
Langkah ini bahkan melampaui perkiraan banyak analis. "Ini di luar dugaan saya. Awalnya saya kira tarif hanya akan dipangkas menjadi sekitar 50 persen," kata Zhiwei Zhang, Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management di Hong Kong.
"Ini kabar sangat positif, tidak hanya untuk ekonomi China dan AS, tapi juga bagi ekonomi global. Investor kini jauh lebih tenang terhadap potensi gangguan rantai pasok dalam jangka pendek," lanjutnya.
Dampak langsung ke pasar
Sejak kembali menjabat pada Januari, Trump kembali menaikkan tarif barang-barang China menjadi 145 persen. Kebijakan ini melanjutkan deretan tarif sebelumnya, baik yang diberlakukan Trump di periode pertama maupun yang diwarisi dari pemerintahan Biden.
China pun membalas dengan membatasi ekspor unsur tanah jarang yang penting bagi industri senjata dan elektronik AS, serta menaikkan bea masuk atas produk AS hingga 125 persen.
Setelah kesepakatan diumumkan, saham-saham Eropa yang sempat terpukul langsung menguat. Saham perusahaan pelayaran Maersk melonjak lebih dari 12 persen.
Pekan lalu, Maersk sempat mengingatkan bahwa volume kontainer antara AS dan China anjlok tajam akibat sengketa tarif. Saham perusahaan barang mewah juga ikut naik. LVMH melonjak 7,4 persen, sementara pemilik Gucci, Kering, naik 6,7 persen.
Sementara itu, Boeing belum memberikan tanggapan terkait dampak perjanjian ini terhadap pengiriman pesawat ke China. Sebelumnya, pada April lalu, perusahaan sempat menyatakan akan menjual ulang puluhan pesawat yang tertahan akibat tarif.
Di bursa AS, kontrak berjangka saham (stock futures) ikut menguat, memberi harapan bahwa bayang-bayang resesi global bisa dihindari.
Trump menyampaikan optimisme sebelum perundingan usai, menyebut bahwa negosiasi berlangsung dalam suasana "total reset... secara bersahabat tapi konstruktif."
Kebijakan tarif ini sebagian dipicu oleh deklarasi darurat nasional terkait fentanyl yang masuk ke AS. Greer mengatakan bahwa pembahasan isu fentanyl juga berlangsung konstruktif, meski dalam jalur pembicaraan terpisah.
Pertemuan dua hari itu digelar di vila milik Duta Besar PBB di Swiss yang menghadap Danau Jenewa. Beberapa isu sensitif justru diselesaikan bukan di ruang konferensi, melainkan di luar ruangan, duduk di bawah pohon rindang.
"Lingkungan seperti ini, bukan ruang konferensi hotel yang dingin dan formal, memungkinkan kami menjalin hubungan personal dengan mitra kami. Itu sangat membantu mencapai kesepakatan," tutup Greer.
(tst/mik)