Macron Khawatir Permukiman Ilegal Israel Ancam Negara Palestina

4 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku khawatir terhadap ekspansi permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Ia menilai hal tersebut dapat mengancam eksistensi negara Palestina dan upaya perdamaian yang dipimpin Amerika Serikat.

Pernyataan ini disampaikan Macron dalam pertemuan tingkat tinggi antara negara-negara Arab dan Eropa yang digelar di Paris, beberapa jam setelah diumumkannya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza, Kamis (9/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Macron menyambut baik kesepakatan gencatan senjata itu dan menyebutnya sebagai harapan besar"bagi kawasan. Namun, ia juga memperingatkan bahwa peningkatan pembangunan permukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat merupakan ancaman nyata bagi pembentukan negara Palestina.

"Itu tidak hanya tidak dapat diterima dan bertentangan dengan hukum internasional, tetapi juga memicu ketegangan, kekerasan, dan ketidakstabilan," ujar Macron saat memimpin pertemuan di Paris, melansir AFP, Kamis (9/10).

"[Pembangunan permukiman ilegal tersebut] secara fundamental bertentangan dengan rencana Amerika dan ambisi kolektif kita untuk kawasan yang damai," lanjut dia.

Pertemuan di Paris dihadiri oleh menteri luar negeri dari lima negara Arab, yakni Mesir, Yordania, Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab, serta perwakilan Eropa dari Prancis, Italia, Jerman, Spanyol, dan Inggris. Uni Eropa dan Turki juga turut mengirimkan delegasi.

Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas dicapai melalui pembicaraan tidak langsung di Sharm el-Sheikh, Mesir. Kesepakatan ini mencakup pembebasan seluruh sandera Israel yang masih hidup dan dianggap sebagai langkah penting menuju akhir perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan di Gaza.

Sebelum pertemuan di Paris berlangsung, hubungan Prancis dan Israel telah mengalami ketegangan setelah Macron mengumumkan pengakuan resmi terhadap negara Palestina pada 22 September lalu dalam pidatonya di Sidang Umum PBB. Pengakuan tersebut mengikuti langkah serupa dari Kanada, Portugal, dan Inggris.

Israel merespons pertemuan di Paris dengan kemarahan. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, melalui pernyataan di platform X, menyebut pertemuan itu sebagai tidak perlu dan merugikan, serta dirancang di belakang Israel di saat negosiasi sensitif tengah berlangsung.

Sementara itu, Prancis berharap bahwa langkahnya mengakui negara Palestina dapat memperkuat prospek solusi dua negara, yang menurut Paris masih menjadi satu-satunya jalan menuju perdamaian jangka panjang di kawasan.

Agenda utama dalam pertemuan tersebut mencakup pembahasan mengenai pembentukan Pasukan Stabilitas Internasional sebagaimana tercantum dalam rencana perdamaian Amerika Serikat, serta dukungan terhadap Otoritas Palestina yang saat ini mengelola wilayah Tepi Barat.

Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul dalam pertemuan itu mengatakan, "Sangat penting bagi kita untuk bertindak bersama dan segera mulai bekerja." Namun, Berlin menyatakan tetap tidak sepakat dengan keputusan beberapa negara Eropa untuk mengakui negara Palestina saat ini.

(dmi/dmi)

Read Entire Article
Entertainment |