Demul Pangkas Hibah Sarpras Spiritual dari Rp153,5 M ke Rp9,25 M

2 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat memangkas dana hibah kepada pondok pesantren di Jawa Barat imbas efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.

Imbas pemangkasan hibah pesantren, saat ini hanya tinggal dua lembaga keagamaan yang mendapatkan dana hibah.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman menjelaskan Pemprov tengah melakukan efisiensi dan realokasi anggaran sebesar Rp5,1 triliun yang akan direalokasi ke sejumlah program prioritas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Herman, buntut realokasi itu, rencana kucuran hibah ke sejumlah pesantren ikut tergeser.

Berdasarkan dokumen Peraturan Gubernur No. 12 Tahun 2025 tentang Penjabaran APBD 2025, tercatat ada 370 lebih lembaga yang direncanakan bakal menerima kucuran hibah dalam satu sub di Biro Kesra Jabar, yakni Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual.

"Namun kesemuanya itu kandas karena kebijakan pergeseran anggaran. Tersisa hanya pada dua lembaga, yakni Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jabar dengan nilai Rp9 miliar, dan Yayasan Mathlaul Anwar Ciaruteun Udik di Kabupaten Bogor senilai Rp250 juta," kata Herman mengutip Antara, Kamis (24/4).

Kemudian di Sub Pengelolaan Sarana dan Prasarana Spiritual awalnya direncanakan kucuran hibah sampai Rp153,580 miliar, tapi kini tinggal Rp9,250 miliar. Sedangkan total hibah di Biro Kesra dari Rp345,845 miliar jadi Rp132,510 miliar.

Menurut Herman, realokasi dialihkan untuk bidang infrastruktur dan sanitasi Rp3,6 triliun, bidang pendidikan Rp1,1 triliun, bidang kesehatan Rp122 miliar, penyediaan cadangan pangan Rp46 miliar, dan prioritas lain Rp191 miliar.

Herman kemudian menggarisbawahi alasan dihapusnya hibah terhadap sejumlah pondok pesantren dalam efisiensi APBD 2025 karena pertimbangan prioritas.

"Ini kan masalah skala prioritas saja, hanya masalah waktu, persoalan lainnya tentu tetap kami perhatikan," kata Herman.

Dedi Mulyadi singgung faktor politis

Sementara itu, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengatakan kebijakan tersebut merupakan bagian dari Pemprov Jabar untuk membenahi manajemen tata kelola, agar hibah tidak terus-menerus diberikan kepada beberapa pesantren saja.

"Itu adalah bagian dari upaya kita dalam membenahi manajemen tata kelola. Gitu, loh. Tata kelolanya bagaimana? Satu, agar hibah ini tidak jatuh pada pesantren yang itu-itu juga," kata Dedi di Gedung Pakuan, Bandung, Rabu (23/4).

Dedi ingin ke depan dana hibah tidak diberikan kepada yayasan yang memiliki akses politik. Dedi Ingin memberikan rasa keadilan bagi semuanya.

"Yang kedua, tidak jatuh hanya pada lembaga atau yayasan yang memiliki akses politik saja. Gitu, loh. Nah, makanya kan saya sudah rapat tuh dengan Kemenag seluruh Jawa Barat. Ke depan kita akan mengarahkan pada distribusi rasa keadilan," katanya.

"Kita akan mulai fokus membangunkan madrasah-madrasah, tsanawiyah-tsanawiyah yang mereka tidak lagi punya akses terhadap kekuasaan dan terhadap politik," sambungnya.

Dedi mengatakan selama ini dana hibah atau bantuan selalu disalurkan kepada yayasan pendidikan di bawah Kemenag dengan mengedepankan pertimbangan politik.

"Kalau dibuka itu mah jadi ramai malah. Coba ada yayasan yang terimanya Rp2 miliar, Rp5 miliar. Ada yang Rp25 miliar, ada yang satu lembaga terimanya sudah mencapai angka Rp50 miliar," katanya.

Bahkan, kata Dedi, banyak yayasan yang menerima bantuan hibah padahal yayasan tersebut bodong. Dengan evaluasi ini, Dedi ingin ada pembenahan manajemen pemberian hibah.

"Banyak juga yang menerima bantuan yayasannya bodong. Udah, lah, enggak usah terjemahin. Ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan. Jadi tujuannya untuk apa? Karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama," ujar Dedi.

(antara/csr/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Entertainment |