Fimela.com, Jakarta Nama Kristo Immanuel selama ini dikenal luas lewat keahliannya menirukan suara tokoh publik dengan detail yang nyaris sempurna. Namun, siapa sangka bakat tersebut hanyalah awal dari perjalanan panjang yang kini membawanya ke panggung yang lebih besar yaitu menyutradarai film layar lebar. Transformasi kariernya ini memperlihatkan bahwa Kristo bukan sekadar entertainer, melainkan seorang seniman yang terus berkembang dan berani mengambil risiko untuk mewujudkan mimpi besarnya di industri film.
Sejak usia sekolah dasar, Kristo sudah akrab dengan kamera dan proses pembuatan film. Ia membuat film pendek sederhana yang kemudian menjadi pijakan awal karier kreatifnya. Dari hobi yang terlihat sepele, lahirlah mimpi besar: menjadi sutradara film layar lebar. Perjalanan panjang dari anak SD yang suka bereksperimen dengan film hingga kini bisa berdiri di kursi sutradara adalah bukti bahwa mimpi masa kecil bisa tumbuh nyata bila dijalani dengan konsistensi dan keyakinan.
Pilihan untuk menempuh studi di jurusan Film & Televisi Universitas Multimedia Nusantara menunjukkan keseriusan Kristo Immanuel menekuni bidang ini. Selepas kuliah, ia menapaki karier dengan menjadi asisten sutradara di Teka-Teki Tika (2021), lalu mencuri perhatian lewat akting di The Big 4 karya Timo Tjahjanto. Kesuksesan itu bahkan memberinya penghargaan Aktor Pendatang Baru Terbaik di Piala Maya 2023. Lintasan ini memperlihatkan bahwa Kristo tidak sekadar memiliki bakat, tetapi juga disiplin dan kerja keras dalam mengasahnya.
Kolaborasi Kristo bersama istri, menghadirkan karya yang autentik
Film Tinggal Meninggal menjadi penanda resmi lahirnya Kristo sebagai sutradara film panjang. Karya ini berangkat dari ide personal yang ia pitching ke rumah produksi Imajinari. Inspirasi cerita datang dari refleksi hidupnya: pengalaman sosial yang kerap penuh ekspektasi hingga rasa terpinggirkan di masa sekolah. Alih-alih membuat komedi ringan belaka, Tinggal Meninggal ia hadirkan sebagai cermin yang merefleksikan kegelisahan sekaligus kepekaan terhadap manusia yang merasa “berbeda” dalam lingkungannya.
Salah satu hal unik dari proses kreatif Tinggal Meninggal adalah kolaborasi Kristo dengan istrinya, Jessica Tjiu. Mereka bersama-sama menulis naskah sekaligus menyutradarai film ini. Karakter utama, Gema, lahir dari diskusi intens keduanya. Kristo mengakui bahwa kemampuan Jessica dalam menjaga komunikasi dan ritme kerja menjadi kunci film ini terasa organik dan menyatu. Dari sini, publik bisa melihat sisi lain dari Kristo: bahwa ia tidak hanya sutradara berbakat, tapi juga partner yang mampu membangun karya bersama pasangan.
Kristo menegaskan bahwa Tinggal Meninggal adalah surat cinta untuk mereka yang sering dianggap aneh, sulit bergaul, atau tidak sesuai standar sosial. Pesannya sederhana tapi kuat: setiap orang layak dimanusiakan. Ia ingin penonton memahami pentingnya berdialog dengan diri sendiri, bukan hanya terpaku pada suara orang lain. Pesan ini membuat filmnya melampaui batas hiburan, berubah menjadi karya yang bisa memberi makna dan getaran emosional bagi banyak orang.
Apresiasi dari publik, sineas, hingga keluarga untuk film Tinggal Meninggal
Sejak dirilis, film debut Kristo mendapatkan sambutan hangat. Pasangan selebriti Indah Permatasari dan Arie Kriting misalnya, menilai film ini segar, berbeda, dan penuh kejutan. Arie bahkan menyebutnya “brilian” untuk ukuran film debut. Iqbaal Ramadhan pun ikut memberikan dukungan, berharap film ini bisa banyak ditonton khususnya oleh Gen-Z. Apresiasi yang datang dari rekan-rekan sesama seniman ini menunjukkan bahwa karya Kristo berhasil menembus batas, baik dari segi gaya bercerita maupun pesan yang disampaikan.
Tak hanya penonton umum, film ini juga dipuji oleh para sineas dan komedian. Wregas Bhanuteja menilai Tinggal Meninggal sebagai pengalaman sinematik yang tak terduga, sementara aktor Vino G. Bastian menyebut debut Kristo sebagai karya yang solid dan jenius. Stand-up comedian Benidictus Siregar menambahkan bahwa film ini benar-benar mencerminkan otak dan jiwa Kristo, seolah seluruh isi pikirannya dituangkan dalam layar. Pujian lintas profesi ini memperlihatkan keberhasilan Kristo dalam menghadirkan karya yang autentik.
Di balik semua sorotan publik, ada dukungan hangat dari keluarga, terutama sang ibu, Vonny Magdalena, yang tak bisa menyembunyikan rasa haru dan bangganya. Bagi sang ibu, perjalanan Kristo adalah wujud nyata dari cita-cita masa kecil yang kini terbayar lunas. Dengan rilisnya Tinggal Meninggal di seluruh bioskop Indonesia, Kristo tak hanya merayakan debutnya sebagai sutradara, tetapi juga membuka pintu untuk karya-karya berikutnya. Film ini menjadi tonggak bahwa dunia sinema Indonesia masih terus melahirkan bakat-bakat segar dengan perspektif baru.
Penulis: Alyaa Hasna Hunafa
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.