Kita Berkebaya: Merajut Dialog tentang Identitas, Budaya, dan Keberdayaan Perempuan

2 months ago 25

Fimela.com, Jakarta Kebaya telah lama menjadi simbol warisan budaya yang terus tumbuh dan berevolusi. Dalam rangka memperingati Hari Kebaya Nasional pada 24 Juli, Bakti Budaya Djarum Foundation menginisiasi gerakan Kita Berkebaya. Gerakan ini hadir untuk mengingatkan bahwa kebaya bukan sekadar busana tradisional atau simbol nostalgia, melainkan juga bentuk sikap, perlawanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia. Semangat tersebut juga dituangkan dalam film pendek #KitaBerkebaya yang dapat disaksikan di kanal YouTube Indonesia Kaya mulai 24 Juli 2025.

Sebagai bagian dari perayaan ini, Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Narasi menggelar program Kita Berkebaya di Posco Bandung. Acara ini menghadirkan sesi diskusi tentang pemberdayaan perempuan melalui kebaya, bersama figur-figur inspiratif seperti Andien, Yanti Moeljono selaku Ketua Komunitas Kebaya Menari, dan aktris Tara Basro. Suasana semakin meriah dengan penampilan musik dari Skeletale serta lantunan suara Rahmania Astrini. Melalui ruang dialog ini, Kita Berkebaya memberi wadah bagi perempuan untuk menyuarakan pandangan reflektif, otentik, dan berani, sekaligus menegaskan bahwa kebaya tetap hidup dalam ragam ekspresi.

Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, menegaskan bahwa gerakan Kita Berkebaya ingin menghadirkan kebaya sebagai wadah ekspresi diri, bukan sesuatu yang kaku atau eksklusif. Harapannya, kebaya dapat menjadi bagian identitas sehari-hari perempuan Indonesia, bukan hanya dipakai di acara formal, tetapi juga dalam kehidupan dinamis dan penuh warna. Lebih dari itu, kebaya diharapkan mampu menjadi sumber pemberdayaan ekonomi, menghidupi banyak pihak mulai dari penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif di seluruh Indonesia. 

Menggali Filosofi Kebaya dalam Perjalanan Jati Diri

Dalam sesi Berdaya Lewat Kebaya: Perempuan, Identitas, dan Inspirasi Generasi, penyanyi Andien dan Yanti Moeljono, Ketua Komunitas Kebaya Menari, mengangkat kembali makna mendalam kebaya dalam sejarah Nusantara. Lebih dari sekadar kain dan jahitan, kebaya berdiri sebagai simbol keanggunan, martabat, sekaligus jati diri perempuan Indonesia lintas generasi dan latar sosial. Diskusi ini menghadirkan perspektif bahwa kebaya bukan hanya peninggalan budaya, tetapi juga narasi hidup yang menyatu dengan perjalanan perempuan.

Kebaya dipandang sebagai perantara yang merefleksikan nilai-nilai filosofis: kelembutan yang penuh keteguhan, sekaligus ketabahan perempuan dalam menjaga warisan budaya. Perbincangan ini menyoroti bagaimana generasi muda perempuan menempuh perjalanan personal dalam menemukan jati diri mereka. Dalam proses yang tidak instan itu, mengenali akar budaya menjadi penuntun yang menenangkan dan memperkuat. Seperti disampaikan Andien, kebaya bisa menjadi pegangan untuk mengingat asal-usul sekaligus menegaskan apa yang ingin diwariskan ke depan.

Sesi berikutnya, Berdaya Lewat Kebaya: Menjadi Sosok Otentik Perempuan Berkebaya, menghadirkan Tara Basro yang berbicara lantang tentang identitas, tubuh, dan tekanan industri hiburan. Ia menekankan bahwa kebaya dapat menjadi pernyataan otentik yang menunjukkan siapa kita, baik dari luar maupun dalam. Lebih dari pakaian, kebaya menjadi simbol keberanian untuk tetap jujur pada diri sendiri sambil membawa nilai budaya ke masa depan dengan cara yang relevan dan penuh cinta.

Kebaya yang Hidup dan Menghidupi

Kebaya bukan sekadar busana tradisional, melainkan sarana untuk menyuarakan identitas dan nilai-nilai perempuan Indonesia. Dari masa ke masa, ia terus berevolusi, mengikuti dinamika zaman tanpa kehilangan makna filosofisnya. Melalui gerakan Kita Berkebaya, kebaya kembali dihidupkan sebagai simbol keberanian, keanggunan, dan kebanggaan yang melekat pada setiap perempuan.

Lebih dari itu, kebaya juga menjadi jembatan antara tradisi dan masa kini. Ia mengajarkan bahwa menjaga warisan budaya tidak berarti terjebak di masa lalu, melainkan membawanya maju dengan interpretasi baru yang relevan. Kehadirannya memberi ruang bagi perempuan untuk mengekspresikan diri secara otentik sekaligus menghormati akar budaya yang melandasinya.

Dengan semakin banyak perempuan yang mengenakan dan mencintai kebaya, diharapkan busana ini tidak hanya bertahan sebagai simbol budaya, tetapi juga memberi dampak nyata dalam memberdayakan masyarakat. Dari penjahit, perajin, hingga pelaku industri kreatif, kebaya menjadi sumber kehidupan dan inspirasi. Pada akhirnya, kebaya adalah bukti bahwa warisan budaya bisa terus hidup, tumbuh, dan menghidupi.

Penulis: Alyaa Hasna Hunafa

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Read Entire Article
Entertainment |